Monday, 16 February 2015

SALINITAS SEBAGAI FAKTOR PEMBATAS ABIOTIK



Menurut Spurr dan Barnes (1980) ekologi merupakan  ilmu yang mempelajari organisme dalam lingkungan hidupnya serta  hubungan timbal balik antara organisme tersebut dengan lingkungan. Makhluk hidup di bumi baik itu hewan, tumbuhan, serta manusia memerlukan lingkungan yang tepat untuk tempat tinggal. Lingkungan yang mampu mendukung semua interaksi antar makhluk hidup yang ada di alam.  Di dalam lingkungan tersebut terdapat dua komponen yakni abiotik dan biotik. Komponen abiotik maupun biotik sangatlah berpengaruh dalam terwujudnya lingkungan yang stabil. Bagi tumbuhan lingkungan abiotik sangatlah diperlukan dalam proses berlangsungnya fotosintesis ataupun dalam proses pengaturan hasil fotosintesis yang berguna untuk pertumbuhan.
Tumbuhan memiliki ukuran tersendiri dalam menggunakan senyawa-senyawa yang terlarut dalam tanah yang berguna dalam proses pertumbuhan. Di antara berbagai senyawa tersebut, garam terlarut dalam tanah sangatlah diperlukan tumbuhan. Namun, tumbuhan tidak akan tumbuh dengan baik dengan konsidi kadar garam terlalu tinggi. Seperti halnya yang dilakukan dalam suatu penelitian oleh Syakir (2008)  bahwa pengembangan dan pengelolaan lahan pasang surut menjadi lahan produktif, memiliki kendala yaitu salinitas akibat intrusi air laut sehingga dapat meningkatkan kadar garam (NaCl) yang dapat mengakibatkan keracunan tanaman. (Notohadiprawiro,1986 via Suwignyo, Rujito Agus et al,2010). Garam NaCl yang terdiri natrium dan klor, natrium berfungsi untuk menggantikan sebagian kalium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum, sedangkan klor diserap oleh tumbuhan dalam bentuk ion Cl yang berperan dalam proses fotosintesis (Bronnell, 1979 via Iswadi, 2004 via Syakir M et al, 2008).
Salinitas tinggi merupakan suatu kondisi garam terlarut  dalam tanah berlebihan sehingga berakibat buruk dalam pertumbuhan tanaman (Syakir M et al.,2008). Kadar garam berlebih  dapat merusak jaringan tanaman, menghambat perkecambahan benih, kualitas hasil.  Berdasarkan hasil penelitian bahwa respon suatu tanaman terhadap salinitas tinggi menunjukkan daya adaptasi yang dimiliki tanaman tersebut (Adam, Paul 1993). Oleh karena itu suatu tanaman tertentu dapat hidup di kondisi  lingkungan yang memiliki kadar garam tinggi. Salah satu metode adaptasi tanaman terhadap salinitas adalah melalui pengaturan tekanan osmotik dengan cara mensintesis senyawa-senyawa asam amino prolin, asam amino lain, galak tosilgliserol, dan asam organik  (Syakir M et al.,2008).
Berdasarkan ketahanan terhadap salinitasnya tumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu  halopita dan glikofita. Tumbuhan halopita merupakan tumbuhan yang mampu  bertahan dalam kondisi salinitas tinggi, sedangkan glikofita merupakan tumbuhan yang tidak dapat hidup dalam kondisi yang demikian (Garg Rohini et al, 2013).  Lingkungan yang ekstrim seperti lingkungan dengan kondisi kadar garam tinggi banyak  ditanami tanaman mangrove, di daerah pantai. Tanaman mangrove yang merupakan tanaman halopita. Adaptasi tumbuhan mangrove secara anatomi terhadap keadaan tanah dan kekurangan oksigen adalah melalui lentisel pada akar napas, batang, dan organ lain (Tomlinson, 1986 via Onrizal,2005). Sehingga dengan memiliki anatomi seperti itu tanaman mangrove dapat menyelesaikan siklus hidupnya di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Sedangkan pada tanaman glikofita tidak memiliki anatomi yang seperti yang dimiliki oleh tumbuhan halopita sehingga tidak mampu bertahan hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Salinitas dengan taraf sedang pada saat perkembangan buah dapat mengubah bagian dari fotosintesis dan meningkatkan total padatan terlarut pada buah melon dan tomat (Shannon,1999 via Syakir M, et al,2008).
Salinitas berpengaruh terhadap menurunnya pertumbuhan tanaman sebagai akibat dari penurunan luas daun dan jumlah daun. Sehingga hal itu dapat mengganggu proses fotosintesis, jika proses fotosintesis terganggu maka energi yang dihasilkan tumbuhan sangat sedikit. Hal tersebut mengakibatkan pasokan hasil fotosintesis yang terangkut pun sangat kurang untuk pertumbuhan tanaman.  Salinitas dengan taraf rendah hingga sedang terutama berpengaruh terhadap nilai osmotik di daerah perakaran tanaman (Munns dan Termaat,1985 via Shannon,1999 via Syakir M, 2008). Perakaran tanaman yang mengalami hal tersebut, maka pertumbuhannya akan terganggu karena proses penyerapan unsur hara dari dalam tanah tidak dapat berlangsung secara maksimal.
Dalam mengatasi permasalahan  salinitas sedang hingga tinggi, dapat dilakukan usaha berupa pemberian pupuk secara bertahap dapat mengurangi dampak buruk dari salinitas tersebut dan pemberian pupuk dilakukan sesuai dengan dosis tanaman agar tidak terbuang. Dengan dilakukannya hal tersebut, maka tanah yang salinitasnya tinggi secara berangsur-angsur akan menjadi normal, sehingga kadar garamnya cukup untuk keperluan tanaman. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Soil Research Institut di Aceh  di daerah yang risiko salinitasnya sedang sampai tinggi, tanaman padi dapat ditanam terlebih dahulu sebagai tanaman rehabilitasi, diikuti tanaman lain yang lebih peka salinitas seperti kedelai, kacang hijau, dan sayuran.
            Salinitas dalam tanah merupakan suatu kondisi tepat dimana kadar garam tanah cukup di dalam zona perakaran untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Kandungan garam dalam tanah sangatlah esensial bagi tanaman. Dikarenakan ion dari garam seperti natrium dan klor sangat berguna untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman tidak akan mampu tumbuh dalam kondisi kekurangan kadar garam, begitu juga dalam kondisi dengan kadar garam tinggi. Namun, pada tanaman halopita seperti mangrove hal tersebut dapat diatasi dengan cara adaptasi yang dimiliki sehingga mampu bertahan hidup di lingkungan ekstrim berkadar garam tinggi. Pada dasarnya, tanaman memerlukan salinitas yang cukup sehingga pertumbuhannya dapat berlangsung secara maksimal.
 
 
DAFTAR PUSTAKA

Adam,Paul.1993.Saltmarsh Ecology. Great Britain at the University Press, Cambridge
Spurr,Stephen H dan Burton V. Barnes.1980. Forest Ecology. United state of america,
Library of congress cataloging in publication data
Notohadiprawiro.1986. “Tanah Estuarian, Watak, Sifat, Kelakuan dan Kesuburannya”.
Dalam Suwignyo Rujito Agus, Reni Hayati, dan Mardiyanto.2010.Toleransi Tanaman
Jagung terhadap Salinitas dengan Perlakuan Stress Awal Rendah. Jurnal Agrivigor
10:73-83.
Syakir M, Nur Maslahah, dan M  Januati. 2008. Pengaruh Salinitas terhadap Pertumbuhan,
Produksi, dan Mutu Sambiloto. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
19:129-137.
Garg Rohini, Mohit Verma, Shashank Agrawal, Rama Shankar, Manoj Majee, and Mukesh
Jain.2013. Deep Transcriptome Sequencing of Wild Halophyte Rice, Portesia
coarctata, Provides Novel Insights into the Salinity and Submergence Tolerance
Factors. Jurnal DNA Research 21:69-84.
Onrizal.2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove pada Lingkungan Salin dan Jenuh Air. Jurnal
Ilmu Pertanian 11:67-87.





           


No comments:

Post a Comment