Menurut
Spurr dan Barnes (1980) ekologi
merupakan ilmu yang mempelajari
organisme dalam lingkungan hidupnya serta
hubungan timbal balik antara organisme tersebut dengan lingkungan. Makhluk
hidup di bumi baik itu hewan, tumbuhan, serta manusia memerlukan lingkungan
yang tepat untuk tempat tinggal. Lingkungan yang mampu mendukung semua
interaksi antar makhluk hidup yang ada di alam.
Di dalam lingkungan tersebut terdapat dua komponen yakni abiotik dan
biotik. Komponen abiotik maupun biotik sangatlah berpengaruh dalam terwujudnya
lingkungan yang stabil. Bagi tumbuhan lingkungan abiotik sangatlah diperlukan
dalam proses berlangsungnya fotosintesis ataupun dalam proses pengaturan hasil
fotosintesis yang berguna untuk pertumbuhan.
Tumbuhan
memiliki ukuran tersendiri dalam menggunakan senyawa-senyawa yang terlarut
dalam tanah yang berguna dalam proses pertumbuhan. Di antara berbagai senyawa tersebut,
garam terlarut dalam tanah sangatlah diperlukan tumbuhan. Namun, tumbuhan tidak
akan tumbuh dengan baik dengan konsidi kadar garam terlalu tinggi. Seperti
halnya yang dilakukan dalam suatu penelitian oleh Syakir (2008) bahwa pengembangan dan pengelolaan lahan
pasang surut menjadi lahan produktif, memiliki kendala yaitu salinitas akibat
intrusi air laut sehingga dapat meningkatkan kadar garam (NaCl) yang dapat
mengakibatkan keracunan tanaman. (Notohadiprawiro,1986 via Suwignyo, Rujito Agus et
al,2010). Garam NaCl yang terdiri natrium dan klor, natrium berfungsi untuk
menggantikan sebagian kalium yang dibutuhkan untuk pertumbuhan maksimum,
sedangkan klor diserap oleh tumbuhan dalam bentuk ion Cl yang berperan dalam
proses fotosintesis (Bronnell, 1979 via
Iswadi, 2004 via Syakir M et al, 2008).
Salinitas
tinggi merupakan suatu kondisi garam terlarut dalam tanah berlebihan sehingga berakibat
buruk dalam pertumbuhan tanaman (Syakir M et
al.,2008). Kadar garam berlebih dapat
merusak jaringan tanaman, menghambat perkecambahan benih, kualitas hasil. Berdasarkan hasil penelitian bahwa respon
suatu tanaman terhadap salinitas tinggi menunjukkan daya adaptasi yang dimiliki
tanaman tersebut (Adam, Paul 1993). Oleh karena itu suatu tanaman tertentu
dapat hidup di kondisi lingkungan yang
memiliki kadar garam tinggi. Salah satu metode adaptasi tanaman terhadap
salinitas adalah melalui pengaturan tekanan osmotik dengan cara mensintesis
senyawa-senyawa asam amino prolin, asam amino lain, galak tosilgliserol, dan
asam organik (Syakir M et al.,2008).
Berdasarkan
ketahanan terhadap salinitasnya tumbuhan dibedakan menjadi dua yaitu halopita dan glikofita. Tumbuhan halopita
merupakan tumbuhan yang mampu bertahan
dalam kondisi salinitas tinggi, sedangkan glikofita merupakan tumbuhan yang
tidak dapat hidup dalam kondisi yang demikian (Garg Rohini et al, 2013). Lingkungan
yang ekstrim seperti lingkungan dengan kondisi kadar garam tinggi banyak ditanami tanaman mangrove, di daerah pantai.
Tanaman mangrove yang merupakan tanaman halopita. Adaptasi tumbuhan mangrove
secara anatomi terhadap keadaan tanah dan kekurangan oksigen adalah melalui
lentisel pada akar napas, batang, dan organ lain (Tomlinson, 1986 via Onrizal,2005). Sehingga dengan
memiliki anatomi seperti itu tanaman mangrove dapat menyelesaikan siklus
hidupnya di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Sedangkan pada tanaman
glikofita tidak memiliki anatomi yang seperti yang dimiliki oleh tumbuhan halopita
sehingga tidak mampu bertahan hidup di lingkungan dengan kadar garam tinggi. Salinitas
dengan taraf sedang pada saat perkembangan buah dapat mengubah bagian dari
fotosintesis dan meningkatkan total padatan terlarut pada buah melon dan tomat
(Shannon,1999 via Syakir M, et al,2008).
Salinitas
berpengaruh terhadap menurunnya pertumbuhan tanaman sebagai akibat dari
penurunan luas daun dan jumlah daun. Sehingga hal itu dapat mengganggu proses
fotosintesis, jika proses fotosintesis terganggu maka energi yang dihasilkan
tumbuhan sangat sedikit. Hal tersebut mengakibatkan pasokan hasil fotosintesis
yang terangkut pun sangat kurang untuk pertumbuhan tanaman. Salinitas
dengan taraf rendah hingga sedang terutama berpengaruh terhadap nilai osmotik
di daerah perakaran tanaman (Munns dan Termaat,1985 via Shannon,1999 via Syakir
M, 2008). Perakaran tanaman yang mengalami hal tersebut, maka pertumbuhannya akan
terganggu karena proses penyerapan unsur hara dari dalam tanah tidak dapat
berlangsung secara maksimal.
Dalam
mengatasi permasalahan salinitas sedang
hingga tinggi, dapat dilakukan usaha berupa pemberian pupuk secara bertahap
dapat mengurangi dampak buruk dari salinitas tersebut dan pemberian pupuk
dilakukan sesuai dengan dosis tanaman agar tidak terbuang. Dengan dilakukannya
hal tersebut, maka tanah yang salinitasnya tinggi secara berangsur-angsur akan
menjadi normal, sehingga kadar garamnya cukup untuk keperluan tanaman.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Indonesian Soil Research Institut di
Aceh di daerah yang risiko salinitasnya
sedang sampai tinggi, tanaman padi dapat ditanam terlebih dahulu sebagai tanaman
rehabilitasi, diikuti tanaman lain yang lebih peka salinitas seperti kedelai,
kacang hijau, dan sayuran.
Salinitas dalam tanah merupakan
suatu kondisi tepat dimana kadar garam tanah cukup di dalam zona perakaran
untuk mendukung pertumbuhan tanaman. Kandungan garam dalam tanah sangatlah esensial
bagi tanaman. Dikarenakan ion dari garam seperti natrium dan klor sangat
berguna untuk pertumbuhan tanaman. Tanaman tidak akan mampu tumbuh dalam
kondisi kekurangan kadar garam, begitu juga dalam kondisi dengan kadar garam
tinggi. Namun, pada tanaman halopita seperti mangrove hal tersebut dapat
diatasi dengan cara adaptasi yang dimiliki sehingga mampu bertahan hidup di
lingkungan ekstrim berkadar garam tinggi. Pada dasarnya, tanaman memerlukan salinitas
yang cukup sehingga pertumbuhannya dapat berlangsung secara maksimal.
DAFTAR
PUSTAKA
Adam,Paul.1993.Saltmarsh Ecology. Great Britain at
the University Press, Cambridge
Spurr,Stephen H dan Burton V. Barnes.1980. Forest
Ecology. United state of america,
Library of congress
cataloging in publication data
Notohadiprawiro.1986. “Tanah Estuarian, Watak,
Sifat, Kelakuan dan Kesuburannya”.
Dalam Suwignyo Rujito
Agus, Reni Hayati, dan Mardiyanto.2010.Toleransi Tanaman
Jagung terhadap
Salinitas dengan Perlakuan Stress Awal Rendah. Jurnal Agrivigor
10:73-83.
Syakir M, Nur Maslahah, dan M Januati. 2008. Pengaruh Salinitas terhadap
Pertumbuhan,
Produksi, dan Mutu
Sambiloto. Jurnal Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik
19:129-137.
Garg Rohini, Mohit Verma, Shashank Agrawal, Rama
Shankar, Manoj Majee, and Mukesh
Jain.2013. Deep
Transcriptome Sequencing of Wild Halophyte Rice, Portesia
coarctata,
Provides
Novel Insights into the Salinity and Submergence Tolerance
Factors. Jurnal DNA
Research 21:69-84.
Onrizal.2005. Adaptasi Tumbuhan Mangrove pada
Lingkungan Salin dan Jenuh Air. Jurnal
Ilmu Pertanian 11:67-87.
No comments:
Post a Comment