Indonesia
merupakan salah satu negara yang baru berkembang di wilayah Asia Tenggara.
Dalam proses perkembangan ini, Indonesia tak terlepas sebagai kawasan industri.
Selain itu, seiring dengan populasi yang semakin meningkat, kebutuhan akan
transportasi juga semakin meningkat. Hal tersebut memang mampu memberikan
kemudahan bagi masyarakat, namun hal tersebut bila tidak dapat dikendalikan
mampu memberikan dampak negatif bagi lingkungan. Dampak negatif tersebut tidak
hanya berdampak bagi lingkungan, makhluk hidup yang mendiami juga akan
merasakannya seperti terkontaminasinya air sumur oleh gas NOX (N2O,
NO2, N2O4 dan sebagainya) (Sutanto dan Iryani,
2011). Sehingga hal tersebut secara tidak langsung juga mempengaruhi kesehatan
manusia.
Negara industri, seperti Indonesia
tidak akan pernah lepas dari masalah-masalah akibat dari industrialisasi.
Banyak didirikan pabrik-pabrik di beberapa kawasan industri sebagai gambaran
nyata bahwa negara ini mengalami perkembangan yang pesat. Namun, akibat dari
hal itu tidak sedikit dampak negatif yang dirasakan . Selain itu, semakin
meningkatnya pemakaian kendaraan bermotor juga menambah dampak buruk terhadap
lingkungan. Akibat yang ditimbulkan dari pemakaian kendaraan bermotor tersebut
di antaranya adalah hujan asam karena tingginya tingkat polusi udara yang
ditimbulkan.
Pada dasarnya dua jenis polutan
penyebab hujan asam yaitu sulfur dioxcide
(SO2) dan nitrogen dioxcide
(NO2) (Loana dan Eugenia, 2009). Selain disebabkan oleh polusi
kendaraan bermotor, polutan tersebut juga berasal dari asap pabrik. Peningkatan
pendirian pabrik di wilayah industrial semakin meningkatkan volume keberadaan
polutan tersebut. Hujan asam terjadi akibat kedua gas tersebut saling bereaksi
di atmosfer dan membentuk asam. Sulfur
dioxcide (SO2) bereaksi membentuk asam sulfur, sedangkan nitrogen dioxcide (NO2)
bereaksi membentuk asam nitrit (Morris, 2004). Secara bersamaan kedua asam
tersebut membentuk butiran air yang kemudian terbentuk hujan asam. Hujan asam
sangatlah berpengaruh terhadap lingkungan, terlebih terhadap tanaman. Hujan
asam dapat mengakibatkan kematian pada tanaman bahkan juga pada hewan.
Tanaman tidak akan mampu hidup dalam
kondisi tanah terlalu masam. Hanya beberapa jenis tanaman yang bersifat toleran
terhadap keasaaman tanah di antaranya nanas (Ananas comucus) dan singkong
(Manihot esculenta) (Barchia,2006). Pada umumnya Ph tanah netral berkisar
antara 6,5-7,5. Ph tanah netral merupakan ph yang mampu menciptakan kondisi
akan ketersediaan unsur hara yang cukup bagi pertumbuhan tanaman. Namun, ketika
terjadi hujan asam maka menyebabkan kondisi tanah memiliki kandungan sulfat
masam berlebih sehingga mampu mendorong pelapukan mineral-mineral silikat dalam
tanah (Barchia,2006). Tanaman pada tanah sulfat masam harus menghadapi berbagai
kendala untuk tetap bertahan hidup. Pertumbuhan tanaman menjadi terganggu baik
kendala kimia, biologi dan fisik yang diakibatkan karena terjadinya hujan asam.
Permasalahan kimia yang menjadi kendala bagi pertumbuhan tanaman di antaranya
adalah menurunnya ketersediaan fosfat yang disebabkan oleh pembentukan kompleks
Al-fosfat dan Fe-fosfat, kandungan kation-kation basa yang rendah dan
defisiensi unsur hara, dan salinitas (Dent,1986 via Barchia,2006). Pada masalah
fisik yang harus dihadapi tanaman dengan kondisi tanah masam, seperti cekaman
air pada perakaran, sedangkan permasalahan biologi yang muncul seperti tanaman
dalam kondisi stres mudah terserang penyakit dan juga menghambat bakteri
penambat N yang hidup bersimbiosis dengan tanaman legum (Barchia,2006:77).
Permasalahan-permasalahan tersebut sangatlah menganggu proses pertumbuhan
tanaman. Akibat dari defisiensi unsur hara mengakibatkan tanaman tumbuh lambat,
atau bahkan dapat mengalami kematian.
Hujan asam pada Ph 3,5 berakibat
buruk pada tanaman padi (Zabawi et al.,
2008). Sedangkan, berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Neufield et al
(1985) dalam Anita Singh dan Agrawal (2008) bahwa terjadi penurunan tingkat
fotosintesis pada Ph 2,0 dalam tanaman Platanus
occidentalis. Penurunan tingkat kecenderungan tanaman untuk melakukan
melakukan fotosintesis berakibat pada bahan makanan yang diprodukti tanaman
juga menurun. Jika dikaitkan dengan proses perkecambahan, maka dengan peningkatan
kadar asam yang diakibatkan oleh hujan asam pada Ph 3,5 dapat menurunkan
tingkat perkecambahan menurun 3%-5% (Zabawi et
al., 2008). Penurunan tingkat perkecambahan tersebut terjadi antara 7 dan
10 hari setelah disebarkan. Sehingga hal tersebut mengakibatkan perkecambahan
menjadi lambat. Namun, untuk biji tertentu misalkan pada biji sirsak yang masa
dormannya lama dikarenakan kulit biji yang keras, kondiri masam dapat membentu
memecahkan kulit biji yang keras. Sehingga perlakuan untuk mempercepat pada
biji yang keras perlu ditambahkan asam untuk membantu proses awal
perkecambahan. Di sisi lain, pada biji yang memiliki kulit biji yang lunak,
kondisi asam saat perkecambahan dapat berakibat melambatnya proses
perkecambahan. Hal tersebut dikarenakan dengan kondisi masam biji yang lunak
tersebut seperti dipaksakan untuk berkecambah. Maka bagian kotiledon akan rusak
dikarenakan pekatnya asam yang timbul, padahal kotiledon merupakan tempat
cadangan makanan pada biji saat berkecambah.
Namun, disisi lain kondisi masam
akibat hujan asam juga dapat dikatakan penting bagi tanaman tertentu, yakni
tanaman di sekitas hutan. Tanaman tersebut memerlukannya untuk memenuhi
kebutuhan bagi pertumbuhannya. Dalam mekanisme budidaya tanaman, untuk menekan
akibat yang ditimbulkan dari hujan asam di antaranya dengan menggunakan rumah
kaca sebagai tempat perkecambahan. Sehingga, saat perkecambahan udara di dalam
ruang perkecambahan tidak akan
terpengaruh oleh udara luar. Dengan
melakukan hal tersebut maka proses perkecambahan tidak akan berlangsung lambat.
Namun, pengontrolan akan kadar air untuk perkecambahan harus dimaksimalkan agar
energi yang digunakan dari imbibisi air sehingga perkecambahan akan berlangsung
secara optimal dan tidak akan terpengaruh dengan terjadinya hujan asam.
DAFTAR
PUSTAKA
Morris,Tom.2004. Acid Rain and Plant
Growth.Fullerton, Environmental Biology Laboratory
Barchia, Muhammad Faiz.2006. Gambut : Agroekosistem
dan Transformasi Karbon.
Yogyakarta, Gadjah Mada
University Press.
Zabawi A.G.M., Esa S.M, Leong C.P.2008. Effect of
simulated acid rain on germination and
growth of rice plant
36:1-6.
Singh, A dan Agrawal,M.2008. Acid rain and its
ecology consequence. Journal of
Environmental Biology
29:15-24.
Ioana, S dan Eugenia.2009. The effect of simulated
acid rain on growth and biochemistry
process in grass (Lolium perenne). Jurnal Environmental
52: 15-23.
Sutanto dan Iryani, A.2011. Hujan asam dan perubahan
kadar nitra dan sulfat dalam air
sumur di wilayah
industri Cibinong-Citeureup Bogor. Jurnal Teknologi Pengelolaan
Limbah 14 : 34-45.
Sutanto, Rahman. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Yogyakarta, PT Kanisius.
No comments:
Post a Comment