Wednesday, 18 February 2015

LAPORAN PRAKTIKUM LAPANGAN DASAR-DASAR ILMU TANAH



MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK
PROFIL TANAH

ABSTRAK
            Praktikum lapangan Dasar-dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 April 2014 di beberapa wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri atas 5 stopsite yitu Banguntapan, Patuk, Hutan Bunder, Playen, dan Mulo. Pada setiap daerah tersebut mewakili satu macam tanah yang diamati, yaitu kambisol,latosol, rendzina, vertisol, dan mediteran. Pelaksanaan praktikum lapangan ini bertujuan untuk mengenali jenis tanah dengan melakukan beberapa pengamatan meliputi morfologi dan karakteristik profil tanah. Selain itu, dengan dilaksanakannya praktikum ini dapat mengetahui tipe penggunaan lahan yang sesuai dengan jenis tanah yang diamati. Alat-alat yang digunakan berupa boardlist, bor tanah, penggaris, palu pedologi, meteran, pH stick, GPS (Global Position System), kompas, soil munsel color chart, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan berupa chemicalia yang terdiri atas aquadest, HCl 2N, H2O2 3%,  H2O2 10%, serta tanah yang ada di setiap stopsite. Dari hasil pengamatan morfologi karakteristik yang diperoleh bahwa pada stopsite 1 yang bertempatkan di Banguntapan tersusun atas jenis tanah alluvial menurut klasifikasi PPT, atau kambisol menurut klasifikasi menurut FAO, atau inceptisol menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan sebagai ladang. Stopsite II, yang bertempatkan di Wonosari tersusun atas jenis tanah latosol menurut klasifikasi PPT, atau kambisol menurut klasifikasi menurut FAO, atau inceptisol menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan sebagai lahan tegalan. Stopsite III, yang bertempatkan di Hutan Bunder tersusun atas jenis tanah rendzina menurut klasifikasi PPT dan FAO, atau molisol menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan sebagai hutan sekunder. Stopsite IV, yang bertempatkan di Playen  tersusun atas jenis tanah grumusol menurut klasifikasi PPT, atau vertisol menurut klasifikasi menurut FAO dan USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan sebagai lahan tegalan. Stopsite V, yang bertempatkan di Pegunungan Seribu tersusun atas jenis tanah mediteran menurut klasifikasi PPT, atau luvial menurut klasifikasi menurut FAO, atau alfisol menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan sebagai huta sekunder.

Kata Kunci : morfologi, karakteristik tanah, klasifikasi tanah, profil tanah

I.     PENGANTAR
            Pengamatan tanah mutlak diperlukan karena satu tanah dengan tanah lain berbeda jenis. Hal ini dikarenakan proses pembentukan tanah yang berbeda-beda dan menimbulkan sifat tanah yang berbeda-beda juga. Pengamatan tanah dapat dilakukan denagn mengamati morfologinya melalui pembuatan profil tanah. Dengan demikian, dapat dilakukan analisa terhadap tanah tersebut, misalnya tipe penggunaan lahannya.
            Tanah merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh berkembangnya perakaran penampang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai kebutuhan air dan udara (Hanafiah, 2008). Tanah dibentuk dalam waktu yang cukup lama melalui proses pedogenesis dan selalu mengalami perkembangan yaitu transformasi zat-zat mineral dan organik akibat dari adanya aktivitas iklim dan organisme dalam jangka waktu tertentu (Minasny et al., 2008). Berbagai aktivitas tersebut akan mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam hal jenis, sifat, warna, dan tekstur tanah yang terbentuk. Dalam hal ini dapat diketahui bahwa proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, bahan induk, organisme dan waktu (Sutanto, 2005). Proses pedogenesis meliputi penambahan, penghilangan, pencampuran, alihrupa, dan alih tempat. Proses ini menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan tanah yang memiliki karakteristik berbeda antara satu dengan yang lainnya.
            Pelapisan atau perkembangan horison bumi akhirnya menimbulkan tubuh alam yang disebut tanah. Tiap tanah dirincikan oleh urutan tertentu horison tersebut. Urutan ini disebut dengan istilah profil tanah. Lapisan yang dihasilkan oleh proses pembentukan tanah dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu O, A, B, dan C.
            Horison O adalah horison organik yang terbentuk di atas tanah mineral. Horison ini dicirikan dengan banyaknya bahan organik dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan. Horison A (eluvial) adalah horison pelindian maksimum, mulai dari permukaan bahan mineral disebut A1, A2, dan seterusnya. Kelompok B (iluvial) mencakup lapisan pengendapan, baik dari atas maupun dari bawah. Daerah ini merupakan daerah penimbunan bahan-bahan seperti oksida besi, alumunium, dan lempung silikat. Bahan dapat tercuci ke bawah dari lapisan permukaan atau bahan tersebut dapat terbentuk di horison B. Kalsium karbonat, kalsium sulfat, dan garam–garam lain dapat tertimbun di horison B bagian bawah. Horisonnya disebut berturut-turut ke bawah B1, B2, dan seterusnya (Hirijanto, 2009). 
            Syarat pembuatan profil tanah yang baik adalah dibuat vertikal, mewakili tapak di sekitarnya, baru, tidak terkena cahaya matahari secara langsung, dan tidak tergenang air. Sifat-sifat dan morfologi tanah diamati melalui pendiskripsian profil tanah atau pemboran tanah. Sifat-sifat dan morfologi tanah yang diamati dapat meliputi : susunan horizon, batas horizon, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, keadaan perakaran, sisa-sisa vegetasi, warna matriks, karatan, reaksi tanah terhadap H2O2, serta sifat morfologi lainnya. Dari setiap horizon pada masing-masing pedon diambil contoh tanah untuk analisis langsung di lapangan (Yuliana, 2012).
            Alfisol merupakan jenis tanah yang cukup potensial bagi pertanian. Penyebaran Alfisol di Jawa banyak didominasi jenis tanah ini dengan penggunaan lahan untuk budidaya pertanian. Jenis tanah alfisol mengandung epipedon okrik dan horison argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Tanah alfisol merupakan tanah yang mengandung kapur tinggi dan memiliki tekstur  tanah yang berupa Lempung liat berpasir hingga tekstur liat berlempung. Alfisol pada umumnya berkembang dari batu kapur dan mudah dicirikan karena berwarna coklat hingga kemerahan. Bentuk wilayah tanah alfisol pada umumnya bergelombang, memiliki porositas yang cukup besar sehingga drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara netral hingga basa, dan kandungan bahan organik pada umumnya sedang hingga rendah. Jeluk tanah dangkal hingga dalam (Halla et al., 2009).
            Vertisol adalah jenis tanah yang berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman terdiri atas banyak mineral lempung yang dapat mengembang dan mengkerut. Tanah vertisol dapat terlihat retak pada saat kering dan sangat plastis dan lekat pada saat basah. Hal ini menyebabkan pengolahan tanah vertisol untuk lahan pertanian menjadi sulit (Miller et al., 2010). Vertisol, termasuk tanah yang unik diantara tanah mineral yang berkembang dari batuan kapur. Kandungan liat yang tinggi menyebabkan tanah ini mampu mengembang dan mengkerut. Kandungan bahan organik pada tanah Vertisol umumnya antara 1,5 - 4 % dengan pH berkisar 6,0 - 8,2, dan N-total 0,24 % (Saridevi et al., 2013). Pembentukan tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, pertama adalah proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik sehingga membentuk slickensite atau relief mikro gilgai. Tanah ini juga tergolong rawan erosi Secara kimiawi Vertisol tergolong tanah yang relatif kaya akan hara karena mempunyai cadangan sumberhara yang tinggi, dengan kapasitas tukar kation tinggi dan pH netral hingga alkali (Prasetyo, 2007).
            Tanah ultisol termasuk jenis tanah muda, bertekstur pasiran, konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi, dan ketersediaan bahan organik serta Nitrogen yang rendah. Potensi tanah yang berasal dari abu vulkan Gunung Berapi ini kaya hara namun belum tersedia, sehingga dikategorikan tanah miskin hara yang berdampak negatif terhadap kegiatan pertanian. Tanah ultisol termasuk dalam jenis tanah yang miskin akan bahan organik. Kandungan Ca dan Mg pada tersebut juga minimum. Kadar Ca pada tanah ultisol berkisar antara 0,11-6,25 me/100gr, sedangkan kadar Mg antara 1,09-7,54 me/100gr (Sudaryono, 2011). Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan induk tanahnya. Ciri morfologi yang penting pada Ultisol adalah adanya peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon seperti yang disyaratkan dalam Soil Taxonomy Horizon tanah dengan peningkatan liat tersebut dikenal sebagai horizon argilik. Tanah Ultisol umumnya mempunyai nilai kejenuhan basa < 35%, Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga sangat masam (pH 5−3,10), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang mempunyai reaksi netral hingga agak masam. Kandungan hara pada tanah Ultisol umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian terbawa erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
            Entisol merupakan tanah yang baru berkembang berwarna kehitaman tetapi telah banyak digunakan untuk lahan pertanian. Entisol mempunyai kejenuhan basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai alkalin. KTK juga bervariasi baik untuk horison A maupun C, mempunyai nisbah C/N < 20% Tanah entisol biasanya bertekstur pasir atau pasir berlempung dan kandungan Bahan Organiknya rendah, sehingga kemampuannya menyimpan air tersedia juga rendah.  Struktur, tekstur, dan ruang pori tanah juga mempengaruhi daya simpan air tersedia (Zulkarnain et al., 2013).
            Tanah Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena pembetukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk, kandungan bahan organiknya berkisar antara 3-9 % tapi biasanya sekitar 5% (Saridevi et al., 2013). Karakteristik tanah tipe Inceptisol didominasi mineral liat kaolinit (tipe 1:1) dengan jumlah muatan negatif yang rendah pada permukaan tanahnya sehingga unsur hara yang diperlukan tumbuhan mudah terbasuh dan hilang. Tanah ini mempunyailapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas. Tanah ini mempunyailapisan solum tanah yang tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas (Marwani et al., 2013).
Tanah mollisol adalah tanah yang mempunyai horison permukaan berwarna gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Kemasaman aktual yang diukur dengan menggunakan ekstrak air diperoleh nilai kisaran pH 7,5-8,8 sehingga tanah mollisol termasuk berharkat netral-alkalis. KPK tanah mollisol termasuk kategori tinggi dan memiliki kandungan Bahan Organik yang tinggi sehingga sangat subur untuk tanaman. Namun, tanah mollisol dapat mengalami konkresi Mangan tertumpuk di Horison B sehingga dapat menyebabkan di horison tersebut muncul bintil-bintil hitam. Konkresi  Mangan dapat menyebabkan keracunan Mangan bagi tanaman. Salah satu kasusnya adalah yang terjadi di Hutan Bunder Gunung Kidul (Hanudin et al., 2012).

II.     METODOLOGI
            Praktikum lapangan Dasar-dasar Ilmu Tanah, dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 April 2014 di beberapa wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada praktikum ini, digunakan beberapa alat untuk menyusun suatu profil tanah. Alat-alat yang digunakan berupa boardlist, bor tanah, penggaris, palu pedologi, meteran, pH stick, GPS (Global Position System), kompas, soil munsel color chart, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan berupa chemicalia yang terdiri atas aquadest, HCl 2N, H2O2 3%,  H2O2 10%, serta tanah yang ada di setiap stopsite.
            Pengamatan diawali dengan pembuatan profil tanah dengan irisan tegak penampang tanah sepanjang 1-1,5 m dengan kedalaman 2 m.Pembuatan prosil tersebut harus memenuhi syarat-syarat pembuatan profil yaitu baru, tidak terendam air, tidak terkena sinar matahari langsung dan representatif. Pengamatan yang dilakukan meiputi morfologi atau kenampakan di sekitar profil, karakteristik profil meliputi jeluk, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, pH, dan uji chemikalia berupa pengujian bahan organik, Mn, dan kapur. Pengujian kandungan bahan organik digunakan chemicalia berupa H2O2 3%, pengujian kandungan kapur digunakan  HCl 2N, sedangkan H2O2 10% digunakan untuk pengujian kandungan Mn. Banyak sedikitnya kandungan bahasn organik, Mn, dan kapur ditunjukkan dengan terbentuknya buih ketika tanah diberi kechemikalia tersebut. Setelah dilakukan pengamatan tentang morfologi dan karakteristik tanah, kemudian berdasarkan hasil yang diperoleh kemudian dijadikan untuk mengklasifikasikan tanah berdasarkan PPT, FAO, dan USDA.
           
III.      HASIL DAN PEMBAHASAN
STOPSITE  I
A.    Morfologi Tapak (Site)
Nama Pengamat          : A2/1                          Letak Lintang             : S 070 48.335’;                                                                                                             E 1100 24.791’
Lokasi                         : Banguntapan             Kode                           : Stop Site 1   
Fisiografi                     : Kaki Merapi              Landform                    : Aluvial         
Topografi                    : Datar                         Litologi                       : Aluvium
Lereng                         : 0-5%                          Arah Lereng                : 91 NE
Landuse                       : Ladang                      Pertumbuhan               : Baik
Vegetasi                      : Pisang, papaya          Jeluk Air Tanah           : 3 m
Pola Drainase              : Dendritik                   Tingkat Erosi               : Rendah
Erosi                            : Alur                           Altitude                       : 128 mdpl
Cuaca`                         : Cerah                         Tanggal                       : 26 April 2014

B.     Karakteristik Profil
Tabel 1. Karakteristik Profil Tanah di Banguntapan
No.
Pengamatan
Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
Lapisan IV
1.
Jeluk (cm)
0-60
65-96
96-139
139-203
2.
Warna Tanah





a.       Matriks
10 YR 2/2
10 YR 4/3
10 YR 3/6
10 YR 4/2

b.      Karatan
-
-
-
-

c.       Campuran
-
-
-
-
3.
Tekstur
Pasir Geluhan
Pasir Geluhan
Geluh Pasiran
Geluh Pasiran
4.
Struktur





a.       Tipe
Gumpal
Gumpal
Gumpal
Gumpal

b.      Kelas





c.       Derajat
Lemah
Lemah
Lemah
Lemah
5.
Konsistensi
Lepas-lepas
Lunak
Agak Teguh
Agak Teguh
6.
Perakaran





a.       Ukuran
Mikro Sedang
Meso Sedang
Meso
Mikro

b.      Jumlah
Sedang
Sedang
Sedang
Sedang
7.
Bahan Kasar
-
-
-
-

a.       Jenis
-
-
-
-

b.      Jumlah
-
-
-
-

c.       Ukuran
-
-
-
-
8.
Uji Khemiikalia





a.       BO(H2O2 10%)
-
+++
++
+

b.      Mn (H2O2 3%)
-
+
+++
++

c.       Kapur (HCl 2N)
-
-
-
-
9.
pH H2O
5.5
6
6
5.5
10.
Catatan Khusus


C.     Klasifikasi Tanah
a.       PPT                       : Aluvial
b.      FAO                      : Kambisol
c.       Soil Taxonomy      : Inceptisol
Praktikum lapangan Dasar-dasar Ilmu Tanah dilaksanakan untuk mengetahui berbagai sifat, karakteristik dan sebaran tanah yang ada di Yogyakarta. Praktikum tersebut terdiri atas 5 stop site. Pada stop site pertama berada di daerah Banguntapan Bantul, fisiografi kaki merapi. Disebut sebagai fisiografi kaki merapi karena pada daerah tersebut memiliki struktur tanah yang berasal dari abu vulkanik gunung merapi dan belum mengalami proses perkembangan lebih lanjut. Pada umumnya, tanah yang berasal dari abu vulkanik memiliki sifat yang subur kandungan N rendah dan kemampuan menyerap air yang tinggi. Secara umum, tanah yang berasal dari abu vulkanik memiliki warna yang bervariasi seperti merah kuning, coklat kemerahan, coklat dan coklat kekuningan. Berbagai jenis warna tersebut bergantung pada dominan material yang terkandung di dalamnya.
Praktikum lapangan pada stop site pertama dilakukan pada tanggal 26 April 2014. Topografi yang terdapat pada afisiografi kaki merapai ialah topografi datar. Pada stop site pertama memiliki kemiringan lereng sekitar 0-5% dengan arah lereng 91 NE. Lereng merupakan suatu kenampakan alam yang disebabkan oleh adanya perbedaan tinggi. Bentuk lereng akan bergantung pada proses erosi, gerakan tanah dan pelapukan. Kemiringan lereng merupakan suatu parameter dari topografi. Dengan demikian, kemiringan lereng pada fisiografi kaki merapi relatif kecil yakni kurang dari 8%, sehingga dikatakan memiliki topografi datar.
Sebagaimana teori yang telah dijelaskan bahwa tanah yang berasal dari abu vulkan akan memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi dibanding dengan jenis tanah lainnya. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan atau pemanfaatan tanah pada fisiografi kaki merapi umumnya digunakan sebagai ladang dan vegetasi yang dapat ditemukan ialah tanaman pisang dan papaya. Selain itu, tanah yang terdapat pada lokasi stop site I memiliki pola drainase dendritik. Pola drainase dendritik merupakan pola aliran air yang menyerupai percabangan pohon dengan tingkat erosi yang relatif rendah, sehingga termasuk ke dalam jenis erosi alur. Erosi alur merupakan erosi yang terjadi pada saat air larian masuk ke dalam cekungan permukaan tanah dengan kecepatan tinggi, sehingga menyebabkan terjadinya transportasi sedimen. Pola drainase juga menunjukkan tingkat erosi suatu jenis tanah. Dengan demikian, tanah pada stop site I memiliki tingkat erosi yang rendah karena mempunyai pola drainase dendritik. Dengan rendahnya tingkat erosi tersebut, jenis tanah pada stop site I memiliki kemampuan menyimpan dan menyerap air yang sangat tinggi.
Praktikum lapangan pada stop site I dilakukan pada saat cuaca cerah. Lokasi tersebut terletang pada lintang S 07048.335’;E 1100 24.791’. Pengukuran letak lintang dilakukan menggunkan suatu alat yang dinamakan GPS (Global Positioning System). Bentuk atau jenis tanah yang terdapat pada lokasi tersebut ialah alluvial. Tanah tersebut terbentuk dari suatu proses endapan batuan induk yang mengalami pelarutan. Dalam hal tersebut, endapan yang terjadi berupa endapan abu vulkanik yang berasal dari material Gunung Merapi. Dari uraian tersebut, dapat diketahui batuan induk yang menyusun jenis tanah alluvial. Tanah alluvial pada fisiografi merapi tersusun oleh batuan induk atau litologi yang berupa alluvium. Alivium merupakan suatu jenis batuan endapan atau batuan sedimen.
Pada stop site I tumbuhan akan memiliki pertumbuhan yang baik, karena tanah di stopsite I memiliki tingkat kesuburan tanah yang cukup tinggi. Selain itu, tanah yang terdapat pada lokas`i tersebut memiliki jeluk air tanah dengan kedalaman sekitar 3 m. Dengan demikian, tanah tersebut memiliki jeluk air tanah dengan kategori agak dalam. Tanah yang terdapat pada stop site I memiliki altitude sedalam 128 mdpl. Altitude merupakan posisi vertical atau ketinggian suatu objek dilihat dari suatu titik tertentu. Pengukuran altitude dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang dinamakan sebagai altimeter. Dari berbagai uraian tersebut, merupakan suatu morfologi tampak dari tanah yang tedapat pada stop site I.




                         Gambar 1. Profil Tanah di Banguntapan
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh karakteristik profil tanah yang terdapat pada daerah Banguntapan, Bantul. Tanah pada stop site I terdiri atas empat lapisan yaitu, lapisan I, II, II, dan IV. Karakteristik profil tanah yang diamati pada stop site tersebut ialah jeluk tanah, warna tanah, tekstur tanah, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, uji khemikalia tanah, dan pH H2O. Pada Lapisan I memiliki jeluk tanah dengan kedalaman berkisar antara 0-60 cm, lapisan II 65-96 cm, lapisan III 96-139 cm, dan lapisan IV dengan kedalaman 139-203 cm. Dari data tersebut diketahui bahwa lapisan I memiliki kedalaman lapisan 60 cm, lapisan II 31 cm, lapisan III 43 cm, dan lapisan IV 64 cm. Dengan demikian, lapisan atas tanah yang disebut sebagai top soil memiliki kedalaman yang lebih dalam dibandingkan dengan lapisan kedua dan ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa horizon O yang merupakan tanah dengan kandungan hara tinggi, pada tanah alluvial memiliki kedalaman yang cukup dalam.
Warna tanah yang terdapat pada stop site satu cukup bervariasi antara lapisan I hingga lapisan IV. Hal tersebut ditunjukkan dengan adanya matriks tanah pada lapisan I 10 YR 2/2, lapisan II 10 YR 4/3, lapisan III 10 YR 3/6, dan lapisan IV 10 YR 4/2. Adanya variasi tanah bergantung pada jumlah atau kandungan bahan organik yang terdapat pada suatu jenis tanah. Semakin terang warna suatu jenis tanah akan mnyebabkan kandungan bahan organik yang terdapat pada suatu jenis tanah semakin sedikit. Penentuan warna tanah dilakukan dengan metode kuantitatif menggunakan kartu warna soil Soil Munsell Colour Charts. Tekstur tanah yang terdapat pada lapisan I, II, III, dan IV ialah pasir geluhan. Penentuan tekstur tanah tersebut dilakukan dengan metode perabaan atau peremasan tanah dalam keadaan lembab atau basah. Tekstur tanah memiliki sifat yang permanen, sehingga tidak mudah untuk diubah. Tekstur tanah memberikan pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lainnya yakni struktur, konsistensi, kelengasan, permeabilitas, dan lain sebagainya.
Tanah yang terdapat pada lokasi stop site I memiliki struktur gumpal dengan derajat yang lemah, baik pada lapisan I hingga lapisan IV. Ha tersebut menunjukkan bahwa lapian tanah yang terdapat pada jenis tanah tersebut memiliki struktur yang padat, karena berupa suatu gumpalan-gmpalan tertentu. Konsistensi yang terdapat pada tanah tersebut ialah sebagai berikut lapisan I memiliki kosistensi lepas-lepas, lapisan II lunak, sedangkan lapisan III dan IV memiliki kosistensi agak teguh. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pada lapisan II mengandung lebih banyak bahan organik sehingga mengakibatkan tanah tersebut berifat remah dan gembur. Perakaran yang terdapat pada lapisan tanh tersebut ialah lapisan I memiliki perakaran mikro sedang, lapisan II meso sedang, lapisan III meso, dan lapisan IV mikro dengan jumlah perakaran pada masing-masing lapisan sedang. Perakaran mengindikasikan kerapatan dan kepadatan tanah yang ditandai dengan kemampuan suatu akar tanaman untuk menembus lapisan tanah.
Jenis tanah yang terdapat pada stop site 1 tidak memiliki bahan kasar, sehingga tanah tersebut bersifat subur dan gembur. Uji khemikalia dilakukan untuk mngetahui kandungan bahan organik tanah, kandungan Mn, dan kadar kapur dalam tanah. Pengujian bahan organik tanah dilakukan dengan meneteskan larutan H2O2 10% pada masing-masing lapisan tanah. Kandungan bahan organik dapat diketahui dengan adanya busa yang mncul pada tanah yang ditetesi dengan larutan hydrogen peroksida 10%. Semakin banyak buih atau busa yang dihasilkan, kandungan bahan organik dalam suatu jenis tanah akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Dari hasil pengamatan, diperoleh bahwa lapisan I tidak memiliki bahan organik. Hal tersebut dikarenakan lapisan I terdiri atas tanah dengan tekstur pasir geluhan yang pasir tersebut berasal dari material gunung merapai berupa abu vulkanik yang belum mengendap. Kandungan bahan organik tertinggi terdapat pada lapisan II. Dengan demikian, urutan kandungan bahan organik dari yang tertinggi ke terendah ialah lapisan II > III > IV > I. Kadungan Mn dalam tanah dapat diketahui dengan cara memberi larutan H2O2 3% ke dalam masing-masing lapisan tanah. Sebagaimanan bahan organik tanah, indikator yang digunakan ialah adanya buih atau busa. Kandungan Mn terbanyak terdapat pada lapisan III, kemudian IV, II dan paling sedikit pada lapisan I. Kadar kapur tanah dapat diuji dengan larutan HCl 2 N. Dari hasil pengamatan diperoleh bahwa, pada masing-masing lapisan tanah tidak memiliki kandungan kapur tanah, Hal ini dapat terjadi karena tanah tersebut berifat sedikit masam. Hal ini dapat terjadi karena tanah pada lokasi ini merupakan tanah dengan bahan organik tinggi sehingga sangat reaktif.
Berdasarkan pengukuran pH H2O diperoleh bahwa tanah pada stop site I memiliki pH berkisar antara 5.5-6. Pada lapisan I dan IV memiliki pH 5.5 dan lapisan II , III, memiliki pH sebesar 6. pH tersebut merupakan pH yang dibutuhkan tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, tanah tersebut merupakan tanah dengan tingkat kesuburan yang relatif tinggi, karena memiliki pH yang mendekati netral.
Dari berbagai uraian morfologi tampak dan karakteristik profil tanah tersebut diketahui bahwa tanah pada stop site 1 yang berlokasi di daerah Banguntapan, Bantul termasuk dalam tanah jenis tanah Inceptisol (menurut USDA/Soil taxonomy), kambisol (FAO) dan tanah alluvial menurut system PPT. Tanah Kambisol (menurut sistem FAO) merupakan tanah yang mempunyai horison B kambik dan horison A umbrik atau molik, serta tidak terdapat gejala hidromorfik. Nama kambisol berasal dari “kambik” yang berarti berubah atau horison bawah permukaan kambik dan “solum” yang berarti tanah. Ciri-ciri utama horison kambik adalah memiliki tekstur berupa pasir bergeluh halus atau pasir bergeluh sangat halus atau pasir sangat halus,mempunyai kandungan Bahan Organik rendah, dan tidak mempunyai struktur histik, mollik, dan umbrik. Pada Horizon B tanah inceptisol telah mengalami proses- proses genesis tanah seperti fisik, biologi, kimia dan proses pelapukan mineral. Perubahan ini menghasilkan struktur kubus atau gumpal bersudut. Hal inilah yang menyebabkan struktur tanah inceptisol berupa gumpal. Inceptisol merupakan tanah yang berkembang. Tanah tersebut memiliki keistimewaan yakni mempunyai ochre dan horizon subpermukaan yang kambik. Tanah inceptisol merupaka tanah muda, sehingga memiliki sifat yang hampir sama dengan induknya. Tanah tersebut merupakan tanah hasil pelapukan batuan induk yang lemah, tersusun atas pebedaan warna, struktur, dan konsistensi sebagai hasil pelapukan. Pada umumnya memiliki horizon kambik dan  epidedon okrik atau umbik. Tanah tersebut belum mengalami perkembangan lebih lanjut, sehingga memiliki sifat yang subur. Di daerah iklim sedang dan  semakin banyak hujan, maka inceptisol akan berkembang menjadi Mollisol atau Alfisol, sedangkan bila tanah inceptisol berkembang di daerah iklim tropis  dan  subtropis  terbentuklah Ultisols atau Oxisols. Tanah Inceptisol yang terdapat didataran rendah solum yang terbentuk pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah yang memiliki lereng cukup curam akan muncul  solum yang terbentuk tipis. Inceptisols berkembang pada beragam kondisi iklim, kecuali kondisi yang arid. Rezim lengas-tanah inceptisol beragam, mulai dari tanah-tanah yg drainasenya buruk hingga tanah-tanah yang drainasenya bagus pada lereng-lereng curam.
Warna tanah Inceptisol beraneka ragam. Warna yang terbentuk tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu bahan induknya berasal dari endapan sungai, warna coklat kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, dan warna hitam mengandung bahan organik yang tinggi.Bahan Organik di dalam tanah cenderung memiliki warna hitam sehingga mempengaruhi warna suatu tanah. Tanah yang termasuk dalam ordo inceptisol antara lain alluvial, regosol, andosol, dan lain sebagainya.
           
STOP SITE 2
I.    Morfologi Tapak (Site)
      Nama pengamat    :  Gol. A2 Kel 1               Tanggal                   :           26 April 2014
      Lokasi                   :  Karangsari, Patuk         Kode                       :           Stop Site 2
      Fisiografi               :  Baturagung                   Landform               :           Bukit
      Topografi (Relief) :  Berbukit                        Litologi/Bhn.Indk  : Breksi konglomerat
      Lereng                   :  20%                              Arah Lereng           :           283o NE
      Land Use              :  Tegalan di atas sungai
      Vegetasi                :  singkong                       Pertumbuhan          :           Subur
      Pola Drainase        :  Dendritik                      Jeluk air tanah         :           1,5-2 m
      Erosi                      :  Parit                              Tingkat Erosi          :           sedang - tinggi
      Cuaca                    :  Cerah                            Altitute                   :           28,5 m dpl
      Letak lintang         : 07oLS 51181o,110oLU 29,377110o29
II.  Karakteristik Profil
      Tabel 2. Karakteristik Profil Tanah di Karangsari
No.
Pengamatan
Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
Lapisan IV
1.
Jeluk (cm)
0-45
45-75
74-111
111-142
2.
Warna tanah





a. matrik
5 YR 4/3
10 YR 4/4
7.5 YR 5/4
5 YR 5/1

b. kerapatan
-
-
-
-

c. Campuran
-
-
-
-
3.
Tekstur
Lempung pasiran
Lempung pasiran
Lempung pasiran
Lempung debuan
4.
Struktur





a. Tipe
gumpal
gumpal menyudut
gumpal menyudut
gumpal menyudut

b. Kelas
Kecil
Kecil
Sedang
Sedang

c. Derajad
Lemah
Lemah
Sedang
Sedang
5.
Konsistensi
Agak liat
Agak liat
Agak liat
Agak liat
6.
Perakaran





a. Ukuran
Mikro
-
-
-

b. Jumlah
Sedikit
-
-
-
7.
Bahan kasar
-
-
-
-

a. Jenis
-
-
-
-

b. Jumlah
-
-
-
-

c. Ukuran
-
-
-
-
8.
Uji Khemikalia





a. Kapur (HCl 2 N)

b. Mn (H2O2 3 %)
+
+
++
+

c. BO (H2O2 10 %)
+++
+++
+++
+++
9.
pH H2O
5
5
5
5
10.
Catatan khusus



-

(konkresi, slicken site Struktur baji, clay skin, dll)
Tidak terjadi redoks
Tidak terjadi redoks
Tidak terjadi redoks
Tidak terjadi redoks
III. Klasifikasi Tanah
  1. PPT                                   :     Latosol
  2. FAO                                  :     Kambisol
  3. Soil Taxonomy / USDA    :     Inceptisol
            Pengamatan pada stop site 2 dilakukan di Karang Sari, Patuk. Hasil pengamatan terhadap morfologi tapak diketahui bahwa fisiografi lokasi pengamatan berupa Pegunungan Baturagung. Fisiografi ini biasanya menjadi kontrol dominan terhadap bentuk evolusi, bentuk lahan, akan terlihat pada pembentukan lahannya. Fisiografi ini tersusun atas batuan induk breksi konglomerat dan batu gamping yang menunjukan bentuk lahan yang tegas. Breksi adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butiran yang bersudut sedangkan bahan induk Konglomerat adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butiran yang membundar. Jenis batuan tersebut mungkin akan resisten terhadap suatu proses yang lain, akan tetapi di bawah pengaruh kondisi iklim yang berbeda- beda akan memberikan perbedaan tingkat resistennya. Batu gamping pada daerah beriklim tropis akan membentuk topografi karst, sedangkan pada daerah kering batu gamping resisten pada seperti batu pasir. Pada umumnya, batuan kapuran atau kuarsitik lebih tahan terhadap perkembangan tanah. Pelarutan dan kehilangan karbonat diperlukan sebagai pendorong dalam pembentukan tanah pada batuan berkapur.
            Pada hasil pengamatan diketahui bahwa topografi dan landformnya berupa perbukitan dengan kemiringan lereng yang cukup tinggi yaitu 20%. Bentukan landform yang berupa perbukitan dikarenakan letaknya yang berada di daerah sekitar lereng pegunungan. Tanah yang terbentuk pada landform ini awalnya berupa bahan induk aluvial, bahan induk aluvial merupakan tanah yang terbentuk karena endapan abu vulkanik. Akan tetapi, jenis tanah yang terdapat pada stop site dua telah mengalami perkembangan lebih lanjut, sehingga terbentuk jenis tanah yang baru. Hal tersebt menunjukkan bahwa pada awalnya daerah tersebut merupakan daerah yang terletak dekat gunung berapi yang disebut sebagai gunung api purba Nglanggeran. Adanya erupsi dari gunung api tersebut menyebabkan terbentuknya tanah berupa endapan abu vulkanik. Setelah beberapa tahun terjadi proses pelindian oleh air sungai dan terjadi pengendapan atau sedimentasi. Akibatnya, tanah mengalami perubahan berbagai sifat fisik maupun kimia tanah, seperti tingkat keasaman tanah atau kebasaan tanah berubah.
            Pola drainase lokasi pengamatan berupa dendritik, dimana lokasi pengamatan tepat disebelah sungai yang sangat memungkinkan terjadinya erosi sedang - tinggi. Erosi yang terjadi sendiri berupa erosi lembar yang kemudia bercabang – cabang menyerupai parit – parit kecil. Walaupun begitu jenis tanah yang mengandung banyak lempung tidak terlalu banyak terpengaruh oleh erosi yang terjadi.
            Sehubungan dengan posisinya yang tepat berada di sebelah sungai, bebatuan yang ditemukan cukup banyak dan besar ukurannya. Meskipun tanahnya subur, tapi hanya dimanfaatkan sebagai tempat perkebunan yang memiliki vegetasi singkong yang menjadi vegetasi utama di sana. Selain itu, jeluk air tanah cukup dangkal sekitar 1,5 meter sampai  2 meter dan altitudenya 28,5 m. 
Gambar 2.  Profil Tanah di Karangsari
            Pada pengamatan terhadap karakteristik profilnya tanah ini memiliki 4 lapisan. Pada lapisan 1 terletak pada jeluk 0-45 cm; lapisan 2 yang berada pada jeluk 45-74 cm; lapisan 3 pada jeluk 74-111 cm; dan lapisan 4 yang berada pada jeluk 111-142 cm. Matrik warna tanah yang ditemukan cukup bervariasi tergantung dari jumlah/kadar kandungan bahan organiknya. Lapisan 1 memiliki warna tanah 5 YR 4/3 , lapisan dua memiliki warna tanah 10 YR 4/4, lapisan ke 3 matrik warna tanahnya yaitu 7,5 YR 5/4, di lapisan 4 diketahui 5 YR 5/1. berdasarkan teksturnya pada lapisan tanah 1-3 memiliki tekstur lempung pasiran, dan pada lapisan ke 4 memiliki tekstur lempung debuan. Pada lapisan 2 dan 3 ditemukan adanya kandungan Fe, hal tersebut dapat di lihat pada bagian lapisan tersebut terdapat bercak – bercak tanah berwarna merah, dan memiliki kandungan Mn, yang terlihat dari tanah memiliki bercak-bercak berwarna hitam. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya proses pengoksidasian yang terjadi pada saat musim hujan maka air akan akan semakin tinggi, sehingga kandungan Fe dan Mn dalam tanah terendam air, pada saat musim kemarau air akan surut dan kandungan Fe dan Mn pada lapisan tanah 2 dan 3 tidak terendam air, begitupun seterusnya, sehingga lama kelamaan kandungan besi di dalam tanah akan teroksidasi denga air tersebut dan mengakibatkan adanya bercak-bercak merah dan hitam pada tanah.  Menurut strukturnya semua lapisan memiliki tipe dan kelas yang sama yaitu gumpal dan gumpal menyudut. Penentuan tipe lapisan dilakukan dengan melakukan penekanan terhadap tanah dari masing masing lapisan. Kemudian pada lapisan tanah 1 dan 2 memiliki kelas struktur yang kecil dan memiliki derajat tekstur yang lemah, pada lapisan 3 dan 4 memiliki kelas tekstur yang sedang dan memiliki derajat tekstur yang sedang pula. Konsistensi pada tanah ini adalah liat pada setiap lapisannya,  ini dipengaruhi erosi yang terjadi dan juga kandungan lempung yang banyak. Meskipun terjadi erosi, konsistensi tetap teguh karena didominasi lempung, apalagi lapisan terbawah yang jarang terkena erosi memungkinkan konsistensinya sangat teguh.
            Ukuran perakaran pada lapisan tanah 1 adalah berukuran mikro, dan pada lapisan 2-4 hampir tidak di dapatkan adanya perakaran tanaman. . Ini tentu saja berhubungan dengan vegetasi yang ada, di sekitar stop site 2 hanya memiliki perkebunan yang di tanami dengan vegetasi singkong yang memiliki akar yang penedek, dan perakarannya hanya sampai pada lapisan tanah 1.
            Ketika diuji dengan khemikalia BO (H2O2 10 %) tanah pada semua lapisan memiliki BO yang sama yaitu dengan jumlah positif 3 pada setiap lapisannya.. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan  bahan organik pada setiap lapisan sama banyak. paling..  Untuk menguji kandungan Mn, menggunakan (H2O2 3%) dengan komposisi kandungan tertinggi terdapat pada lapisan tanah yang ke 3, yaitu dengan jumlah positif 2. pada lapisan tanah 1,2 dan 4 memiliki kandungan Mn yang rendah di banding lapisan ke 3, yaitu dengan jumlah positif hanya satu saja. Hal ini di karenakan pada lapisan tanah ke 3 labih sering terendam air sehingga memungkinkan proses oksidasi lebih banyak terjadi pada lapisan tersebut. Sedangkan untuk menguji kandungan kapur dengan menggunakan (HCL 2N) hasilnya tidak ditemukan kandungan kapur di horizon manapun.
Pengujian terakhir terhadap pH tiap lapisan tanah ini sama, yaitu 5. Sehingga keasaman jenis tanah ini termasuk tinggi, karena kejatuhan basanya hanya sekitar 30%. Pada tanah ini seharusnya ditemukan clay skin karena mengandung lempung yang cukup tinggi. Akan tetapi pada praktikum lapangan kali ini tidak ditemukan adanya clay skin, hal ini dimungkinkan terjadi karena cuaca yang cukup panas, sehingga tanah kering dan clay skin tidak nampak. Tipe mineral yang terkandung yaitu 1:1.
            Berdasarkan hasil morfologi tapak dan karakteristik profil diketahui bahwa klasifikasi dari tanah yang ditemukan di Stop Site 2 ini berupa Latosol (menurut PPT), Kambisol  (menurut FAO), dan Inceptisol (menurut USDA).
Menurut pengertiannya Inceptisol berasal dari kata latin inceptum, yang berarti permulaan. Tanah ini merupakan tanah hasil pelapukan batuan induk yang lemah, tersusun atas perbedaan warna, struktur, dan konsistensi sebagai hasil pelapukan. Profilnya mempunyai horizon yang dianggap pembentukannya agak lamban sebagai hasil alterasi bahan induknya. Horizon-horisonnya tidak memperlihatkan hasil hancuran ekstrem. Horizon timbunan liat dan besi almunium oksida yang jelas sedikit pada golongan ini. Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, sehingga masih banyak menyerupai sifat bahan induknya.  Pada umumnya tanah ini mempunyai horison kambik dan epidedon okrik atau umbrik, klasik atau gipsik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur dan cocok untuk di jadikan areal perkebunan. Menurut Mega et al (2010), Horison cambic adalah horison yang pembentukannya baru dalam tingkat permulaan, sudah terlihat adanya bentuk-bentuk struktur tertentu tetapi tanpa ada sedikit sekali bahan-bahan illuviasi. Ciri-ciri dari horison cambic adalah :
1. Tekstur pasir sangat halus berlempung atau lebh halus.
2. Terdapat mineral-mineral yang mudah lapuk.
3. Adanya perubahan (alteration) terlihat bentuk-bentuk sebagai berikut :
a) Tanah berwarna kelabu (gley)
- Jika tidak ada karatan, chroma 2 atau kurang
- Jika tidak ada karatan dan value kurang dari 4 chroma kurang dari satu.
- Jika tidak ada karatan dan value 4 atau lebih, maka kroma 1 atau kurang.
- Jika warna berubah karena sinar matahari maka hue tidaklebih biru dari 10 Y.
b) Tanah-tanah mempunyai chroma lebih terang atau hue lebih merah daripada                   horison dibawahnya.
c) Terdapat pemindahan carbonat; horison cambic mengandung carbonat lebih rendah       daripada horison Ca di bawahnya.
4. Bahan illuviasi sedikit sekali
5. Tak ada fragipan atau duripan.
6. Biasanya tak terdapat horison albic di atasnya.
7. Tebalnya paling sdikit 25 cm.
8. Tidak ada lapisan berwarna gelap (epipedon mollic atau umbric).
Horison cambic merupakan horison penciri untuk beberapa sub-order, great
group dan subgroup dari Inceptisol.

Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat-sifat tersedianya air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut turut dalam musim kemarau; satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit akumulasi bahan selain karbonat atau silica amorf; tekstur lebih haus dari pasir geluhan (loamy sand) dengan beberapa mineral lapuk; dan kemampuan menahan kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi. Penyebab lempung ke dalam tanah tidak dapat diukur. Menurut sistem PPT, tanah inceptisol disebut dengan tanah latosol. Tanah ini dikategorikan tanah yang masih belum berkembang dan akan memiliki karakteristik yang sama antara tanahnya dengan batuan induk.

STOP SITE 3
I.    Morfologi Tapak (Site)
      Nama pengamat    :  Gol. A2 Kel 1               Tanggal                   :           26 April 2014
      Lokasi                   :  Hutan Bunder               Kode                       :           Stop Site 3
      Fisiografi               :  Cekungan Wonosari     Landform               :           Angkatan
      Topografi (Relief) :  Bergelombang              Litologi/Bhn.Indk  :           Sedimen marine
      Lereng                   :  10%                              Arah Lereng           :           20o NE
      Land Use              :  Hutan sekunder
      Vegetasi                :  Akasia                           Pertumbuhan          :           Baik
      Pola Drainase        :  Dendritik                      Jeluk air tanah         :           > 10 m
      Erosi                      :  Rendah – sedang          Tingkat Erosi          :           Rendah
      Cuaca                    :  Mendung                      Altitude                  :           213m – 214m dpl
      Letak lintang         : 07oLS 51181o,110oLU 29,377110o29

II.  Karakteristik Profil
Tabel 3. Karakteristik Profil Tanah di Hutan Bunder
No.
Pengamatan
Lapisan I
Lapisan II
1.
Jeluk (cm)
0-18
>18
2.
Warna tanah



a. matrik
7,5 YR 3/2
7,5 YR ¾

b. kerapatan
-
-

c. Campuran
-
-
3.
Tekstur
Lempung
Lempung
4.
Struktur



a. Tipe



b. Kelas
Sedang
Sedang

c. Derajad
Kuat
Kuat
5.
Konsistensi
Lembab
Lembab
6.
Perakaran



a. Ukuran
Mikro
Meso

b. Jumlah
Sedikit
Sedikit
7.
Bahan kasar



a. Jenis
Kapur


b. Jumlah



c. Ukuran


8.
Uji Khemikalia



a. BO (H2O2 10 %)
+++
++

b. Mn (H2O2 3 %)
+
++

c. Kapur (HCl 2 N)
-
-
9.
pH H2O
7
6
10.
Catatan khusus
Semua kapur


(konkresi, slicken site Struktur baji, clay skin, dll)

III. Klasifikasi Tanah
  1. PPT                                   :     Rendzina
  2. FAO                                  :     Rendzina
  3. Soil Taxonomy / USDA    :     Mollisol
            Pengamatan yang ketiga di stopsite 3 terhadap tanah Rendzina yang dilakukan di kecamatan Playen, Wonosari, tepatnya di Hutan Bunder, yang mana menurut fisiografinya berada pada cekungan wonosari dan altitude 213 – 214 m dpl dengan koordinat S 07o 54,160'  E 110o 33,086'. Pada saat pengamatan dilakukan, cuaca di daerah ini mendung tetapi tidak mengganggu pengamatan terhadap tanah Rendzina di daerah ini. Lahan ini digunakan untuk hutan sekunder dengan vegetasi akasia.
Tanah ini berlitologi batuan sedimen yang umumnya mudah lapuk dan menghasilkan tanah dengan tekstur lebih halus dan memiliki kandungan basa tinggi. Bahan induk penyusunnya yaitu Napal yang terdiri atas campuran pasir dan lempung yang didominasi oleh montmorilonit sehingga jika dilihat dari tingkat kesuburannya, tanah ini termasuk tanah yang subur. Napal adalah batuan induk yang berupa kalsium karbonat yang memiliki kandungan lempung. Apabila terdapat suatu tanah yang berasal dari bahan induk kapur, maka pada perkembangan tanahnya, tanah tersebut akan memiliki tingkat keasaman basa. Hal ini sesuai dengan Ph yang didapatkan saat pengamatan di lapangan. Seharusnya, tanah yang berasal dari batuan induk kapur , dalam hal ini Mollisol akan memiliki Unsur hara yang tidak terlalu banyak. Hal ini disebabkan karena mollisol yang diamati berkembang di daerah pegunungan kapur di Gunung Kidul yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Air hujan akan melindi unsur hara yang ada pada tanah tersebut.  Kesuburan ini disebabkan oleh kandungan bahan organik yang tinggi. Karena kandungan bahan organik yang tinggi tanah rendzina berwarna hitam, dimana tanah ini merupakan deposit (transformasi/alih ragam) yang dibentuk di tempat lain lalu ditimbun di sini.
Relief tanah ini landai, berlereng kurang lebih 10%.  Relief berpengaruh terhadap proses pembentukan tanah yaitu terhadap jumlah air hujan yang meresap, jeluk air tanah, besarnya erosi, dan arah gerakan air beserta bahan-bahan yang terlarut di dalamnya. Ditemukan bahwa jeluk air tanah lebih dalam dari 10 meter, pola drainase pada lahan ini adalah pola dendritik. Pola drainase jenis ini menyebabkan terjadinya erosi tetapi dalam tingkat yang kecil. Erosi yang sedikit ini menyebabkan kandungan Bahan Organik yang ada pada permukaan tanah tetap terjaga dengan baik walaupun berkurang, sehingga dapa dikatakan tanah mollisol termasuk memiliki kesuburan yang cukup untuk pertumbuhan tanaman. Selain itu, kesuburan tanah ini berasal dari vegetasi yang ada di sekitarnya yaitu hutan akasia. Daun-daun yang berguguran kemudian terdekomposisi menjadi bahan organik dalam tanah akan mempengaruhi kesuburan tanah. Perbedaan kelembaban akibat perbedaan relief akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda karena kelembaban termasuk salah satu faktor iklim yang berpengaruh terhadap perkembangan tanah.
Terdapatnya jenis tanah yang berbeda sangat dipengaruhi oleh iklim. Rendzina umumnya terbentuk di daerah beriklim semi arid dan sub humid sehingga pada musim kemarau suhu tinggi dan pada musim hujan suhu cenderung rendah. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi yang terjadi pada Hutan Bunder di Wonosari. Pada saat Waktu pengamatan dilakukan pada saat cuaca mendung, tetapi tidak mempengaruhi pengamatan. Komponen utama tanah ini adalah kapur, sehingga daya infiltrasi (pori-pori tanah besar) dan perkolasi besar maka didalamnya akan terbentuk sungai-sungai bawah tanah. Sungai-sungai ini terletak jauh di dalam tanah sehingga untuk keperluan harian harus dicapai ± 15 m. Sungai-sungai di bawah tanah ini adalah air tanah dalam yang terbentuk di atas lapisan kedap air. Hal ini sesuai dengan jeluk air tanah yang diperkirakan yaitu lebih dari 10 meter.  Infiltrasi pada tanah ini sangat besar sehingga mudah mengalami kekeringan. Oleh karena itu tanaman dengan perakaran dangkal lebih cocok untuk dibudidayakan pada lahan ini. Namun tidak menutup kemungkinan tanaman dengan perakaran mikro dan makro dibudidayakan karena jangkauan perakaran lebih luas sehingga bisa menyerap air bawah tanah lebih optimal. Pertumbuhan tanaman relatif sedang dengan komoditas mayoritas akasia dan jati.
Tata guna lahan di daerah pengamatan adalah hutan konservasi atau hutan sekunder. Jenis vegetasi yang dibudidayakan adalah jenis akasia. Tanah rendzina memiliki litologi batu kapur dengan pola drainase dendritik. Erosi yang terjadi adalah berupa erosi alur dengan tingkat rendah – sedang. Klasifikasi tanah menurut PPT yaitu Rendzina, untuk FAO yaitu Rendzina, dan untuk USDA yaitu molisol.
Pada pengamatan karakteristik profil tanah Rendzina ini, diketahui bahwa tanah Rendzina terdiri atas 2 lapisan yaitu lapisan 1 dan lapisan 2. Lapisan 1 berada pada jeluk 0-18cm, sedangkan lapisan 2 berada pada jeluk >18cm. Pengukuran kedalaman masing-masing horison ini menggunakan metline. Kemudian dalam menentukan lapisan itu diperkuat dengan perbedaan warna tanah di setiap lapisan. Yaitu lapisan 1 7,5 YR 3/2, lapisan 2 7,5 YR 3/4. Metode yang digunakan yaitu secara kuantitatif menggunakan kartu warna Soil Munsell Color Charts yang tersusun atas 3 unsur yaitu Hue (angka 10) yang menunjukan spektrum warana dominan; Value (YR) yang menunjukan tingkat kecerahan warna dengan warna putih sebagai pembanding; dan Chroma (3/1 atau 3/2) yang menunjukan tingkat kemurnian warna.

                       Gambar 3. Profil Tanah Hutan Bunder
Konsistensi tanah di lapisan 1 dan 2 lepas-lepas, seharusnya konsistensi tanah Rendzina sangat keras, hal ini disebabkan kondisi tanah rendzina di lapangan berkonsistensi lembab. Pada lapisan 2 terdapat bahan kasar yang ada berupa konkresi Mn dalam jumlah yang banyak. Konkresi ini terjadi pada tanah yang agak masam karena mobilisasi Mn2+yang mengendap pada lapisan tanah.
Kekerasan lapisan 1 lebih rendah karena kandungan bahan organik (BO) lebih besar dan bersifat ringan. Sedang pada lapisan 2 kandungan BO nya lebih kecil dengan campuran liat yang lebih dominan sehingga bersifat lebih keras dengan demikian kemungkinan terkena erosi lebih kecil. Pengujian BO menggunakan H2O2 10%, reaksi yang sangat kuat (timbul buih yang banyak) menandakan kadar BO lebih banyak.
Penambahan H2O2 3% pada tanah menunjukkan reaksi yang kuat menandakan kandungan Mn tinggi. Berdasarkan hal itu pada lapisan 1 diketahui kandungan Mn lebih tinggi daripada lapisan 2. Kandungan Mn ini yang berperan dalam konkresi Mn. Kandungan kapur pada kedua lapisan sama dan diuji menggunkan HCl 2 N. Walaupun bahan induk sebagian besar kapur, namun karena perkembangan tanah dan pengaruh iklim kandungan tanah pada horison ini cenderung lebih rendah.
Penentuan pH ini dilakukan secara kuantitatif menggunakan pH stick. Lapisan 1 memiliki pH sebesar 4,5 sedangkan lapisan 2 sebesar 5. Dapat dikatakan pH tanah rendzina sedikit masam. Jadi berdasarkan pengamatan dilapangan dan data yang diperoleh diperlukan usaha untuk meningkatkan potensi tanah rendzina, mengingat kandungan BO yang tinggi dan tersedianya air bawah tanah yang cukup melimpah. Penelitian dan penerapan teknologi yang tepat guna akan bermanfaat bagi peningkatkan produktivitas lahan ini sehingga secara ekonomis dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar.
Tanah rendzina atau menurut USDA yaitu tanah Mollisol memiliki kandungan  bahan organik yang cukup tinggi, diperkaya dengan unsur hara yang berada di permukaan tanah yang biasanya terdapat di jeluk tanah dengan kedalaman antara 60-80 cm. Permukaan horison ini subur, dikenal sebagai epipedon mollic. Epipedon Mollik adalah horison penciri tanah mollisol. Epipedon mollik ini berawal dari proses addisi dari luar tanah , yaitu dari bahan organik misalnya berasal dari akar tanaman maupun dedaunan yang ada di sekitar tanah tersebut. Sehingga dapat dikatakan tanah ini berkembang karena adanya vegetasi di sekitarnya. Menurut Mega et al. (2010), Epipedon mollic adalah horison permukaan yang tebal dan berwarna gelap, mempunyai kejenuhan basa tinggi dengan tingkat perkembangan struktur sedang sampai kuat. Horison ini serupa dengan epipedon umbric, kecuali kejenuhan basa yang lebih dari 50%. Horison ini terbentuk karena terjadinya dekomposisi bahan organik di dalam tanah yang banyak mengandung kation-kation bervalensi dua. Bahan organik berasal dari sisa-sisa akar tanaman, atau bahan organik dari permukaan tanah yang tercampur ke dalam tanah oleh binatang-binatang yang terdapat organisme-organisme yang masih hidup. Ciri-ciri epipedon mollic adalah sebagai berikut :
1. Tingkat perkembangan struktur cukup kuat, dan tidak keras bila kering.
2. Warna tanah adalah :
a) Lembab : chroma dan value kurang dari 3,5.
b) Kering : value kurang dari 5,5.
c) Jika ada horison C, maka dalam keadaan lembab dan kering value 1 satuan lebih gelap dan chroma 1 satuan lebih gelap dari pada c.
3. Tanah-tanah yang belum digarap (virgin soil) mempunyai C/N ratio 17 atau kurang, sedang pada tanah-tanah yang telah dikerjakan C/N ratio 13 atau kurang.
4. Kejenuhan basa lebih dari 50% (metode NH4OAc) dan komplek adsorpsinya didominasi ole ion-ion Ca.
5. Mengandung paling sedikit 0,58% C (1% bahan organik).




STOPSITE 4
A. Morfologi Tapak (Site)
      Nama pengamat    :  gol. A2/I                         Letak Lintang       : 70 ̊ 58’183’ LS 110̊ 34                                                                                                 286’’BT
      Lokasi                   :  Playen                            Kode                     : 4       
      Fisiografi               :  Cekungan Wonosari       Landform              : Karst
      Topografi              :  datar                               Litologi                 : Koral                        
      Lereng                   :  0- 5 %                             Arah Lereng          : 195̊
      Landuse                 : tegalan                             Pertumbuhan         : baik
      Vegetasi                : jati                                   Jeluk Air Tanah     : 2-4 m
      Pola Drainase        : dendritik                         Tingkat Erosi         : tinggi
      Erosi                      : parit                                 Altitude                 : 216
      Cuaca                    : hujan                               Tanggal                 : 26 April 2014           
B.  Karakteristik Profil
      Tabel 4. Karakteristik Profil Tanah di Playen
No
Pengamatan
Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
Lapisan IV
1
Jeluk (cm)
1-2



2
Warna Tanah





a.       Matrik
5YR 4/1




b.      Karatan
-




c.       Campuran
Kapur



3
Tekstur
Lempung debuan



4
Struktur





a.       Tipe
Gumpal membulat




b.      Kelas
Halus




c.       Derajat
Kuat



5
Konsistensi
Teguh



6
Perakaran





a.       Ukuran
Makro




b.      Jumlah
Sedikit



7
Bahan Kasar





a.       Jenis
-




b.      Jumlah
-




c.       Ukuran
-



8
Uji khemikalia





a.       BO (H2O2 10%)
+++++




b.      Mn (H2O2 3%)
++++




c.       Kapur(HCl 2N)
+



9
pH H2O
6



10
Catatan Khusus
Adanya batuan berlubang menunjukkan adanya aktivitas organisme


III. Klasifikasi Tanah
  1. PPT                                   :     Grumusol
  2. FAO                                  :     Vertisol
3.      USDA                               :     Vertisol
            Pada stopsite ke-4 bertempat di Daerah Playen, Wonosari. Playen termasuk ke dalam fisiografi cekungan wonosari, yang terletak di daerah datar sampai cekungan  di Daerah Wonosari. Berdasarkan hasil pengamatan terletak pada topografi datar, memiliki kelas lereng datar yakni 0-5%, memiliki arah lereng 195°, serta altitude 216 m di atas permukaan laut.
            Daerah Playen memiliki landuse sebagai daerah tegalan, hal tersebut ditunjukkan dengan vegetasi yang dominan adalah tanaman jati. Daerah tegalan merupakan daerah yang pengolahannya tidak terlalu intensif. Hal tersebut berkaitan pula dengan sifat pencampuran yang dilakukan oleh tanah vertisol yakni jenis tanah di Playen yang secara periodik mengalami pedoturbasi. Daerah Playen memiliki jeluk air tanah 2-4 meter. Pola drainase dendritik merupakan pola drainase yang paling dominan di Yogyakarta, termasuk keempat daerah lain yang dijadikan sebagai daerah pengamatan profil tanah. Jeluk air tanah tersebut menunjukkan bahwa kedalaman air tanah tergolong agak dalam.
            Pengamatan berlangsung ketika kondisi cuaca hujan, sehingga hal tersebut menyebabkan data hasil pengamatan kurang maksimal. Jenis kerusahan lahan yang dimiliki Daerah Playen, yakni erosi parit. Erosi parit merupakan perkembangan lanjut dari erosi alur, dikatakan sebagai erosi parit apabila alur sudah sangat besar dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan pembajakan biasa atau alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama.
            Pertumbuhan tanaman di Daerah Playen tergolong baik, sehingga tumbuhan yang hidup dapat tumbuh dengan subur di daerah tersebut. Pertumbuhan yang baik tersebut juga didukung dengan adanya pola drainase dendritik. Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada tanggal 26 April 2014, ditemukan banyak batuan di sungai. Batuan tersebut dijumpai umumnya berlubang, hal tersebut menunjukkan bahwa adanya aktivitas organisme yang tinggi. Aktivitas organisme mampu mempengaruhi proses pembentukan tanah yang ada di Playen. Daerah ini memiliki landform berupa karst dan litologi berupa koral. Litologi berupa koral tersebut menunjukkan bahwa pada saat pembentukan fisiografi tersebut dulunya diakibatkan oleh adanya pengangkatan dari laut.
            Karakteristik profil tanah di Daerah Playen, diperoleh hasil bahwa daerah ini terdapat satu lapisan. Penentuan lapisan tanah tersebut diperoleh dengan beberapa cara yaitu berdasarkan perbedaan warna, kemudian perbedaan teksur, kemudian konsistensi yang ditandai dengan perbedaan bunyi saat tanah dipukul-pukul. Pada pengamatan ini, warna tanah pada pembuatan profil, memiliki warna yang sama. Kemudian dilakukan penentuan dengan perbedaan tekstur, yang dilanjutkan dengan perbedaan konsistensi yang dilakukan dengan dipukul-pukul dari atas ke bawah, dan dihasilkan bunyi yang sama. Dari perlakuan tersebut, kemudian disimpulkan bahwa hanya memiliki satu lapisan.

Gambar 4. Profil Tanah di Playen

            Pada lapisan yang didapatkan, yakni hanya lapisan I ini memiliki beberapa karakteristik. Pengamatan pertama, yakni jeluk yang dimiliki yakni 1-2 m.  Kedua, warna tanah yakni matrik 5 YR 4/1, tidak diperoleh karatan, dan terdapat campuran berupa kapur. Campuran berupa kapur tersebut sesuai dengan landform yang dimiliki daerah ini yakni karst atau kapur. Ketiga, pengamatan tentang tekstur yakni berupa lempung debuan karena ketika digosok-gosok dengan jari tangan, yang dirasakan berupa halus licin, sehingga dapat dipastikan teksturnya adalah lempung debuan. Dari tekstur yang dimiliki berupa lempung debuan sehingga hal tersebut yang mampu menekan berlangsungnya erosi, dikarenakan fraksi yang dominan lempung sehingga akan cenderung mengikat air lebih tinggi dan kuat. Pengamatan keempat yakni tentang struktur, tipe struktur yang dimiliki berupa gumpal membulat, kelas yang dimiliki halus, dan memiliki derajat yang tergolong kuat. Konsistensi yang dimiliki teguh, dikarenakan tekstur yang dimiliki dominan lempung.
            Pada pengamatan perakaran, didapatkan ukuran perakaran makro dan jumlahnya sedikit. Pada tanah pada stopsite 4 ini tidak ditemukan bahan kasar, dikarenakan pada saat penentuan tekstur tidak dirasakan adanya bahan yang kasar. Pada tanah ini juga dilakukan pengujian kandungan bahan organik dengan H2O2 10%, pengujian kandungan Mn dengan menggunakan H2O2 3%, dan juga pengujian kapur dengan menggunakan HCl 2N. Dari hasil pengujian, didapatkan hasil bahwa kandungan bahan organik sangat tinggi, hal tersebut ditunjukkan dengan buih yang dihasilkan banyak. Kandungan Mn juga tergolong tinggi, dikarenakan buih yang terlihat banyak namun, buih yang terbentuk lebih banyak pada saat pengujian bahan organik, sedangkan pada hasil pengujian kandungan kapur dihasilkan buih yang sedikit. Batuan induk dalam proses pembentukan tanah vertisol yang didominasi oleh bahan kapur, sehingga hal tersebut mengakibatkan sifat tanah tanah vertisol cenderung basa yang mengandung ion Ca2+. Vertisol yang berasal bahan vulkan yang didominasi oleh kation Ca2+, sehingga mengakibatkan kapasitas tukar ion tergolong tinggi dengan kisaran pH 5,5 hingga 7,4 (Prasetyo,2007).  Sehingga jika tanah vertisol dimanfaatkan sebagai  lahan pertanian, pengolahan tanah terhadap tingginya Ca2+ harus dilakukan  misal dengan dinetralisir menggunakan pupuk organik. Namun, pada hasil pengamatan didapatkan pH tanah vertisol sebesar 6 yang menunjukkan pH tanah netral. Hal tersebut ada kemungkinan dikarenakan pengamatan yang dilakukan dipengaruhi oleh kondisi tanah saat itu pada saat pembentukan tanah menghasilkan kondisi tanah netral, sehingga kondisi tanah saat itu dapat dikatakan subur.
            Tanah vertisol merupakan tanah yang memiliki sifat pedoturbasi yaitu mampu bertukar tempat antar lapisan terdekatnya sehingga tanah tersebut cenderung terlihat baru akibat adanya perputaran atau rotasi tanah dana akan berlangsung seterusnya. Sifat pedoturbasi yang dimiliki oleh tanah vertisol ini, mengakibatkan terjadinya pencampuran secara fisik atau biologi beberapa horison, hal tersebut yang menyebabkan horison-horison tanah yang telah terbentuk menjadi hilang. Peristiwa tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.
Gambar 5. Proses Pedoturbasi
             Vertisol termasuk tanah yang unik di antara tanah mineral yang berkembang dari batuan kapur. Kandungan liat yang tinggi menyebabkan tanah ini mampu mengembang dan mengkerut. Kandungan bahan organik pada tanah vertisol umumnya antara 1,5 - 4 % dengan pH berkisar 6,0 - 8,2, dan N-total 0,24 % (Saridevi et al., 2013). Pembentukan tanah Vertisol terjadi melalui dua proses utama, pertama adalah proses terakumulasinya mineral 2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses mengembang dan mengkerut yang terjadi secara periodik sehingga membentuk slickensite atau relief mikro gilgai. Tanah ini juga tergolong rawan erosi, secara kimiawi Vertisol tergolong tanah yang relatif kaya akan hara karena mempunyai cadangan sumberhara yang tinggi, dengan kapasitas tukar kation tinggi dan pH netral hingga alkali (Prasetyo, 2007). Tanah vertisol pada saat musim hujan cenderung lengket dan basah, hal tersebut karena tanah vertisol mampu menyerap air yang cukup banyak  dikarenakan teksturnya didominasi oleh fraksi lempung. Proses mengembang dan mengkerut ini menjadi pembatas penggunaan tanah vertisol. Tanah vertisol memang kaya akan hara karena mineral 2:1 mampu menjerap unsur hara di dalam tanah, sehingga Kapasitas pertukaran kationnya tinggi. Namun, pengolahan tanah ini untuk pertanian menjadi sangat sulit karena pada saat tanah ini basah akan sangat lengket dan pada saat kering akan menjadi merekah dan sulit diolah juga.
            Tanah vertisol didominasi oleh mineral 2:1 yakni mormorilonit, selain itu proses pembentukannya sangat dipengaruhi oleh proses pedoturbasi. Tekstur tanah vertisol tergolong liat berat dengan kandungan fraksi liat >60%, sehingga hal tersebut mengakibatkan kecepatan infiltrasinya rendah (Prasetyo, 2007). Namun,  kemampuannya untuk mengikat air sangat tinggi dikarenakan teksturnya yang didominasi oleh lempung. Proses kembang kerut yang sering terjadi pada jenis tanah, dikarenakan fraksi penyusunnya yang didominasi oleh mineral mormorilonit 2:1 pada saat kondisi hujan, tanah akan mengkerut dan ketika cuaca berubah panas maka tanah secara alami akan mengembang. Dalam proses pembentukan tanah vertisol, faktor bahan induk paling berpengaruh. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan morfologi yang dilakukan yakni landform berupa karst.
           
STOP SITE 5
I.    MorfologiTapak (Site)
      Namapengamat     :  A2/1                      LetakLintang        : S 08°02.131’ E 110°35.970’
      Lokasi                   :  Mulo                      Kode                     : 05
      Fisiografi               :  Peg. Seribu            Landform              : Perbukitan
      Topografi              :  Bergelombang       Litologi                 :  Tuft          
      Lereng                   :  20 %                      ArahLereng           : 118 NE
      Landuse                :  HutanSekunder     Pertumbuhan         :  Baik
Vegetasi                 : Akasia                    Jeluk Air Tanah     : > 10 m
      PolaDrainase         : Dendritik               Tingkat Erosi         : Sedang
      Erosi                      :  Parit                       Altitude                 : 185 m
      Cuaca                    :  Cerah                     Tanggal                 : 26 April 2014
     
II.  KarakteristikProfil
Tabel 5. Karakteristik Profil Tanah di Pegunungan Seribu
No.
Pengamatan
Lapisan I
Lapisan II
Lapisan III
Lapisan IV
1.
Jeluk (cm)
0 – 28
28 - 48
48 - 87
-
2.
Warna Tanah





a.       Matrik
2,5 YR 5/6
2,5 YR 4/6
2,5 YR 3/6
-

b.      Karatan
-
-
-
-

c.       Campuran
-
-
-
-
3.
Tekstur
Lempung
Lempung
Lempungdebuan
-
4.
Struktur





a.       Tipe
Gumpalmenyudut
Gumpalmenyudut
Gumpalmenyudut


b.      Kelas
Sedang
Sedang
Sedang


c.       Derajat
Sedang
Sedang
Sedang

5.
Konsistensi
Keras
Keras
Keras

6.
Perakaran





a.       Ukuran
Makro
Mikro
Mikro


b.      Jumlah
Sedang
Sedikit
Sedikit

7.
BahanKasar





a.       Jenis
-
-
-


b.      Jumlah
-
-
-


c.       Ukuran
-
-
-

8.
UjiKhemikalia





a.       BO (H2O2 10%)
++
+++
++++


b.      Mn (H2O2 3%)
+++
++
++++


c.       Kapur (HCl 2N)
-
-
-

9.
pH H2O
5,5
5,5
5,5

10.
CatatanKhusus
-
-
-


III. Klasifikasi Tanah
  1. PPT                                   :     Mediteran
  2. FAO                                  :     Luvisol
3.      Soil Taxonomy / USDA    :     Alfisol
            Pengamatan yang kelima dilakukan di stopsite 5 yaitu tentang tanah alfisol. Tanah mediteran adalah salah satu jenis tanah yang dapat kita temui di beberapa wilayah Pegunungan Seribu. Pegunungan kaki seribu ini terbentang dari daerah Gunung Kidul sampai dengan daerah Pacitan sehingga rentang jarak ini akan dapat kita jumpai lokasi-lokasi yang bertanah mediteran.
Lokasi yang diambil adalah di Dusun Mulo, dimana lokasi ini merupakan salah satu contoh tempat yang memiliki tanah jenis Mediteran (PPT), Luvisol (FAO), dan Alfisol (Soil Taxonomy/USDA). Vegetasi yang tumbuh didaerah ini adalah jenis tanaman tahunan seperti akasia yang tumbuh dengan baik. Akasia mempunyai sifat allelopati yang dapat mengeluarkan zat racun sehingga tidak ada tanaman yang dapat tumbuh disekitar akasia. Namun kebanyakan wilayah ini hanya digunakan sebagai hutan dan hanya sedikit saja yang digunakan sebagai lahan pertanian mengingat pengairan yang hanya mengandalkan air hujan karena tidak adanya sungai.
            Pada tanah ini memiliki pola drainase dendritik karena bentuk sungai pada daerah ini adalah menjari. Erosi yang terjadi didaerah ini adalah erosi parit dengan tingkat erosi yang sedang. Akibat dari erosi ini dapat terbentuk sungai. Jeluk air tanah pada daerah ini adalah > 10 m dari permukaan laut.
            Wilayah Dusun Mulo memiliki arah lereng 118 NE dan memiliki landform perbukitan. Soil taxonomy dari tanah Mediteran adalah Alfisol. Topografi didaerah Mulo adalah bergelombang dengan lereng 20% dan altitude 185 m. Landuse daerah Mulo adalah hutan sekunder yaitu hutan yang tumbuh dan berkembang secara alami sesudah terjadi kerusakan/perubahan pada hutan yang pertama.Litologi atau bahan induknya adalah tuft.  
            Tanah yang diamati terdiri atas 3 lapisan yaitu dari lapisan I, lapisan II, dan lapisan III.Pada tanah ini, kadar kapur tidak ditemukan pada semua lapisan. Untuk pH pada tanah ini adalah 5,5 pada semua lapisan. Pada lapisan I dengan jeluk 0-28 cm memiliki warna tanah 2,5 YR 5/6.  Dengan tekstur lempung, tipe struktur gumpal menyudut dengan kelas sedang, konsistensi pada lapisan ini adalah keras. Perakaran pada lapisan ini memiliki jumlah sedang dan dengan ukuran makro. Kadar BO pada lapisan ini paling sedikit, sedangkan kadar Mn sedang.
                                    Gambar 5. Profil Tanah di Pegunungan Seribu

            Pada lapisan II dengan jeluk 28 – 48 cm memiliki warna 2,5 YR 4/6. Dengan tekstur lempung,struktur gumpal menyudut dengan kelas sedang, dan konsistensi keras. Untuk perakarannya pada lapisan ini memiliki jumlah perakaran sedikit dan ukuran mikro. Kadar BO pada lapisan ini sedang dan kadar Mn paling sedikit.
            Pada lapisan III memiliki jeluk 48 – 87 cm dan warna tanah 2,5 YR 3/6.Pada lapisan ini memiliki tekstur lempung debuan, struktur gumpal menyudut dengan kelas sedang, konsistensi keras. Perakaran pada horizon ini memiliki ukuran meso dengan jumlah sedikit. Pada lapisan III, memiliki kadar BO dan Mn yang paling tinggi.  Disebut tanah Mediteran karena tanahnya mirip dengan tanah yang terdapat di daerah tanah Mediterania Eropa. Mengenai tingkat kesuburannya, untuk tanaman tahunan cukup baik.

KESIMPULAN
            Berdasarkan hasil dari pengamatan dari pelaksanaan praktikum lapangan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa.
1.      Jenis tanah  pada stopsite I yakni Banguntapan, Bantul adalah alluvial (PPT) atau kambisol (FAO), atau inceptisol (USDA)  serta memiliki tipe penggunaan lahan sebagai ladang.
2.      Jenis tanah  pada stopsite II di Wonosari adalah latosol (PPT),  atau kambisol (FAO), dan atau inceptisol (USDA) serta memiliki tipe penggunaan lahan sebagai tegalan.
3.      Jenis tanah  pada stopsite III di Hutan Bunder, Wonosari adalah rendzina (PPT dan FAO), atau molisol (USDA) serta memiliki tipe penggunaan sebagai hutan sekunder.
4.      Jenis tanah  pada stopsite IV di Playen, Wonosari adalah grumusol (PPT),  atau vertisol  (FAO dan USDA) serta memiliki tipe penggunaan lahan tegalan.
5.      Jenis tanah  pada stopsite V  di Pegunungan Seribu adalah mediteran (PPT)  ,  atau luvisol (FAO), atau alfisol (USDA)serta memiliki tipe penggunaan lahan sebagai hutan sekunder.

DAFTAR PUSTAKA
Halla, M. Y., D. L. Mokma, L. Alakukku, R. Drees, and L. P. Wilding. 2009. Evidence for the formation of luvisols/alfisols as a response to coupled pedogenic and anthropogenic influences in a clay soil in Finland. Agricultural and Food Science 18: 388—401.
Hanafiah, Kemas Ali. 2008. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta: Rajawali Putera.
Hanudin, E., M. Nurdin, dan J. W. Purnomo. 2012. Karakteristik konkresi mangan pada tanah mollisol Hutan Bunder Gunungkidul. Jurnal Agroforestri 3: 104—109.
Hirijanto. 2009. Studi pemetaan tanah dan evaluasi kondisi lahan Kota Batu. Jurnal Spectra 7: 1—15.
Mega, I. M., I. N. Dibia, I. G. P. R. Adi, dan T. B. Kusmiyati. 2010. Buku Ajar Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Program Studi Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas Udayana: Bali.
Marwani, E., P. Suryatmina, I. W. Kerana, D. I. Puspanikan, M. R. Setiawati, dan R. Manurung. 2013. Peran mikoriza vesikulas arbuskular dalam penyerapan nutrien, pertumbuhan, dan kadar minyak jarak (Jatropha curcas L.). Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayat dan Fisik 15:1—7.
Minasny, B., A. B. McBratney, dan S. S. Blanes. 2008. Quantitative models for pedogenesis A review. Geoderma 144: 140—157.
Miller, W. L., A. S. Kishne, and C. L. S. Morgan. 2010. Vertisol morphology, classification, and seasonal cracking patterns in the Texas Gulf Coast Prairie. Soil Survey Horizons 51: 10—16.
Prasetyo, B. H. 2007. Perbedaan sifat-sifat tanah vertisol dari berbagai bahan induk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9: 20—31.
Prasetyo, B. H. dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25: 39—47.
Saridevi, G. A. A. R., I.  D. Atmaja, dan I. M. Mega. 2013. Perbedaan sifat biologi tanah pada beberapa tipe penggunaan lahan di tanah andosol, inceptisol, dan vertisol. Jurnal Agroekoteknologi Tropika 2: 214—223.
Sudaryono, S. 2011. Tingkat kesuburan tanah ultisol pada lahan pertambangan batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi Lingkungan 10: 1—7.
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Yogyakarta: Kanisius.
Yuliana, E. D. 2012. Karakteristik dan klasifikasi tanah rawa pasang surut di Karang Agung Ulu Sumatera Selatan. Jurnal Udayana Mengabdi 8: 1-8.
Zulkarnain, M., B. Prasetya, dan Soemarno. 2013. Pengaruh kompos, pupuk kandang, dan custom-bio terhadap sifat tanah, pertumbuhan dan hasil tebu (Sacharum officinarum) pada entisol di kebun Ngrangkah-Pawonn, Kediri. Indonesian Green Technology Journal 2: 45—52.

PENGHARGAAN

Praktikan dengan ini mengucapkan terima kasih kepada :

1.  Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat melaksanakan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah dengan lancar.
2.  Bapak koordinator Praktikum Dasar-Dasar Ilmu Tanah yang telah memberikan fasilitas kepada kami dalam pelaksanaan praktikum ini.
3.  Kakak-kakak asisten Dasar-Dasar Ilmu Tanah yang telah membimbing kami dalam pelaksanakan praktikum ini.
4.  Teman-teman praktikan golongan A2.
5.  Teman-teman satu kelompok yang telah bekerja keras dan saling membantu satu sama lain.

Semoga perbuatan baik mereka mendapat balasan yang lebih baik dari Tuhan Yang Maha Esa.


No comments:

Post a Comment