MORFOLOGI DAN KARAKTERISTIK
PROFIL TANAH
ABSTRAK
Praktikum
lapangan Dasar-dasar Ilmu Tanah dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 April 2014 di
beberapa wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta yang terdiri atas 5 stopsite yitu Banguntapan, Patuk, Hutan
Bunder, Playen, dan Mulo. Pada setiap daerah tersebut mewakili satu macam tanah
yang diamati, yaitu kambisol,latosol, rendzina, vertisol, dan mediteran.
Pelaksanaan praktikum lapangan ini bertujuan untuk mengenali jenis tanah dengan
melakukan beberapa pengamatan meliputi morfologi dan karakteristik profil
tanah. Selain itu, dengan dilaksanakannya praktikum ini dapat mengetahui tipe
penggunaan lahan yang sesuai dengan jenis tanah yang diamati. Alat-alat yang
digunakan berupa boardlist, bor tanah, penggaris, palu pedologi, meteran, pH stick, GPS (Global Position System), kompas, soil munsel color chart, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan
berupa chemicalia yang terdiri atas aquadest, HCl 2N, H2O2
3%, H2O2 10%,
serta tanah yang ada di setiap stopsite.
Dari hasil pengamatan morfologi karakteristik yang diperoleh bahwa pada
stopsite 1 yang bertempatkan di Banguntapan tersusun atas jenis tanah alluvial
menurut klasifikasi PPT, atau kambisol menurut klasifikasi menurut FAO, atau
inceptisol menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan
sebagai ladang. Stopsite II, yang bertempatkan di Wonosari tersusun atas jenis
tanah latosol menurut klasifikasi PPT, atau kambisol menurut klasifikasi
menurut FAO, atau inceptisol menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe
penggunaan lahan sebagai lahan tegalan. Stopsite III, yang bertempatkan di
Hutan Bunder tersusun atas jenis tanah rendzina menurut klasifikasi PPT dan FAO,
atau molisol menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan
sebagai hutan sekunder. Stopsite IV, yang bertempatkan di Playen tersusun atas jenis tanah grumusol menurut
klasifikasi PPT, atau vertisol menurut klasifikasi menurut FAO dan USDA,
sehingga memiliki tipe penggunaan lahan sebagai lahan tegalan. Stopsite V, yang
bertempatkan di Pegunungan Seribu tersusun atas jenis tanah mediteran menurut
klasifikasi PPT, atau luvial menurut klasifikasi menurut FAO, atau alfisol
menurut klasifikasi USDA, sehingga memiliki tipe penggunaan lahan sebagai huta
sekunder.
Kata Kunci : morfologi, karakteristik tanah,
klasifikasi tanah, profil tanah
I.
PENGANTAR
Pengamatan
tanah mutlak diperlukan karena satu tanah dengan tanah lain berbeda jenis. Hal
ini dikarenakan proses pembentukan tanah yang berbeda-beda dan menimbulkan
sifat tanah yang berbeda-beda juga. Pengamatan tanah dapat dilakukan denagn
mengamati morfologinya melalui pembuatan profil tanah. Dengan demikian, dapat
dilakukan analisa terhadap tanah tersebut, misalnya tipe penggunaan lahannya.
Tanah
merupakan lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat
tumbuh berkembangnya perakaran penampang tegak tumbuhnya tanaman dan menyuplai
kebutuhan air dan udara (Hanafiah, 2008). Tanah dibentuk dalam waktu yang cukup
lama melalui proses pedogenesis dan selalu mengalami perkembangan yaitu
transformasi zat-zat mineral dan organik akibat dari adanya aktivitas iklim dan
organisme dalam jangka waktu tertentu (Minasny et al., 2008). Berbagai
aktivitas tersebut akan mengakibatkan terjadinya perbedaan dalam hal jenis,
sifat, warna, dan tekstur tanah yang terbentuk. Dalam hal ini dapat diketahui
bahwa proses pembentukan tanah dipengaruhi oleh faktor iklim, topografi, bahan
induk, organisme dan waktu (Sutanto, 2005). Proses pedogenesis meliputi
penambahan, penghilangan, pencampuran, alihrupa, dan alih tempat. Proses ini
menyebabkan terbentuknya lapisan-lapisan tanah yang memiliki karakteristik
berbeda antara satu dengan yang lainnya.
Pelapisan
atau perkembangan horison bumi akhirnya menimbulkan tubuh alam yang disebut
tanah. Tiap tanah dirincikan oleh urutan tertentu horison tersebut. Urutan ini
disebut dengan istilah profil tanah. Lapisan yang dihasilkan oleh proses
pembentukan tanah dibedakan menjadi empat kelompok, yaitu O, A, B, dan C.
Horison O
adalah horison organik yang terbentuk di atas tanah mineral. Horison ini
dicirikan dengan banyaknya bahan organik dari sisa-sisa tumbuhan dan hewan.
Horison A (eluvial) adalah horison pelindian maksimum, mulai dari
permukaan bahan mineral disebut A1, A2, dan seterusnya. Kelompok B (iluvial)
mencakup lapisan pengendapan, baik dari atas maupun dari bawah. Daerah ini
merupakan daerah penimbunan bahan-bahan seperti oksida besi, alumunium, dan
lempung silikat. Bahan dapat tercuci ke bawah dari lapisan permukaan atau bahan
tersebut dapat terbentuk di horison B. Kalsium karbonat, kalsium sulfat, dan
garam–garam lain dapat tertimbun di horison B bagian bawah. Horisonnya disebut
berturut-turut ke bawah B1, B2, dan seterusnya (Hirijanto, 2009).
Syarat pembuatan profil tanah yang
baik adalah dibuat vertikal, mewakili tapak di sekitarnya, baru, tidak terkena
cahaya matahari secara langsung, dan tidak tergenang air. Sifat-sifat dan morfologi tanah diamati melalui pendiskripsian
profil tanah atau pemboran tanah. Sifat-sifat dan morfologi tanah yang diamati
dapat meliputi : susunan horizon, batas horizon, warna tanah, tekstur,
struktur, konsistensi, keadaan perakaran, sisa-sisa vegetasi, warna matriks,
karatan, reaksi tanah terhadap H2O2, serta sifat morfologi lainnya. Dari setiap
horizon pada masing-masing pedon diambil contoh tanah untuk analisis langsung
di lapangan (Yuliana, 2012).
Alfisol
merupakan jenis tanah yang cukup potensial bagi pertanian. Penyebaran Alfisol
di Jawa banyak didominasi jenis tanah ini dengan penggunaan lahan untuk
budidaya pertanian. Jenis tanah alfisol mengandung epipedon okrik dan horison
argilik dengan kejenuhan basa sedang sampai tinggi. Tanah alfisol merupakan
tanah yang mengandung kapur tinggi dan memiliki tekstur tanah yang berupa Lempung liat berpasir
hingga tekstur liat berlempung. Alfisol pada umumnya berkembang dari batu kapur
dan mudah dicirikan karena berwarna coklat hingga kemerahan. Bentuk wilayah
tanah alfisol pada umumnya bergelombang, memiliki porositas yang cukup besar
sehingga drainasenya baik. Reaksi tanah berkisar antara netral hingga basa, dan
kandungan bahan organik pada umumnya sedang hingga rendah. Jeluk tanah dangkal
hingga dalam (Halla et al., 2009).
Vertisol adalah
jenis tanah yang berwarna abu-abu gelap hingga kehitaman terdiri atas banyak
mineral lempung yang dapat mengembang dan mengkerut. Tanah vertisol dapat
terlihat retak pada saat kering dan sangat plastis dan lekat pada saat basah.
Hal ini menyebabkan pengolahan tanah vertisol untuk lahan pertanian menjadi
sulit (Miller et al., 2010). Vertisol, termasuk tanah yang unik diantara
tanah mineral yang berkembang dari batuan kapur. Kandungan liat yang tinggi
menyebabkan tanah ini mampu mengembang dan mengkerut. Kandungan bahan organik
pada tanah Vertisol umumnya antara 1,5 - 4 % dengan pH berkisar 6,0 - 8,2, dan
N-total 0,24 % (Saridevi et al., 2013). Pembentukan tanah Vertisol
terjadi melalui dua proses utama, pertama adalah proses terakumulasinya mineral
2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses mengembang dan mengkerut yang
terjadi secara periodik sehingga membentuk slickensite atau relief mikro
gilgai. Tanah ini juga tergolong rawan erosi Secara kimiawi Vertisol
tergolong tanah yang relatif kaya akan hara karena mempunyai cadangan
sumberhara yang tinggi, dengan kapasitas tukar kation tinggi dan pH netral
hingga alkali (Prasetyo, 2007).
Tanah ultisol termasuk jenis tanah muda, bertekstur pasiran,
konsistensi lepas-lepas, tingkat agregasi rendah, peka terhadap erosi, dan
ketersediaan bahan organik serta Nitrogen yang rendah. Potensi tanah yang
berasal dari abu vulkan Gunung Berapi ini kaya hara namun belum tersedia,
sehingga dikategorikan tanah miskin hara yang berdampak negatif terhadap
kegiatan pertanian. Tanah
ultisol termasuk dalam jenis tanah yang miskin akan bahan organik. Kandungan Ca
dan Mg pada tersebut juga minimum. Kadar Ca pada tanah ultisol berkisar antara
0,11-6,25 me/100gr, sedangkan kadar Mg antara 1,09-7,54 me/100gr (Sudaryono, 2011). Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah. Tekstur tanah Ultisol bervariasi dan dipengaruhi oleh bahan
induk tanahnya. Ciri morfologi yang penting pada Ultisol adalah adanya
peningkatan fraksi liat dalam jumlah tertentu pada horizon seperti yang
disyaratkan dalam Soil Taxonomy Horizon tanah dengan peningkatan
liat tersebut dikenal sebagai horizon argilik. Tanah Ultisol umumnya mempunyai
nilai kejenuhan basa < 35%, Reaksi tanah Ultisol pada umumnya masam hingga
sangat masam (pH 5−3,10), kecuali tanah Ultisol dari batu gamping yang
mempunyai reaksi netral hingga agak masam. Kandungan hara pada tanah Ultisol
umumnya rendah karena pencucian basa berlangsung intensif, sedangkan kandungan
bahan organik rendah karena proses dekomposisi berjalan cepat dan sebagian
terbawa erosi (Prasetyo dan Suriadikarta, 2006).
Entisol merupakan tanah yang baru berkembang berwarna kehitaman
tetapi telah banyak digunakan untuk lahan pertanian. Entisol mempunyai
kejenuhan basa yang bervariasi, pH dari asam, netral sampai alkalin. KTK juga
bervariasi baik untuk horison A maupun C, mempunyai nisbah C/N < 20% Tanah
entisol biasanya bertekstur pasir atau pasir berlempung dan kandungan Bahan
Organiknya rendah, sehingga kemampuannya menyimpan air tersedia juga rendah. Struktur, tekstur, dan ruang pori tanah juga
mempengaruhi daya simpan air tersedia (Zulkarnain et al., 2013).
Tanah
Inceptisol (inceptum atau permulaan) dapat disebut tanah muda karena
pembetukannya agak cepat sebagai hasil pelapukan bahan induk, kandungan bahan organiknya
berkisar antara 3-9 % tapi biasanya sekitar 5% (Saridevi et al., 2013). Karakteristik tanah tipe Inceptisol didominasi
mineral liat kaolinit (tipe 1:1) dengan jumlah muatan negatif yang rendah pada
permukaan tanahnya sehingga unsur hara yang diperlukan tumbuhan mudah terbasuh
dan hilang. Tanah
ini mempunyailapisan solum tanah yang
tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan lebih, sedangkan batas antara
horizon tidak begitu jelas. Tanah
ini mempunyailapisan solum tanah yang
tebal sampai sangat tebal, yaitu dari 130 cm sampai 5 meter bahkan
lebih, sedangkan batas antara horizon tidak begitu jelas (Marwani et al., 2013).
Tanah mollisol adalah tanah yang mempunyai
horison permukaan berwarna gelap yang mengandung bahan organik yang tinggi. Kemasaman
aktual yang diukur dengan menggunakan ekstrak air diperoleh nilai kisaran pH
7,5-8,8 sehingga tanah mollisol termasuk berharkat netral-alkalis. KPK tanah
mollisol termasuk kategori tinggi dan memiliki kandungan Bahan Organik yang
tinggi sehingga sangat subur untuk tanaman. Namun, tanah mollisol dapat
mengalami konkresi Mangan tertumpuk di Horison B sehingga dapat menyebabkan di
horison tersebut muncul bintil-bintil hitam. Konkresi Mangan dapat menyebabkan keracunan Mangan
bagi tanaman. Salah satu kasusnya adalah yang terjadi di Hutan Bunder Gunung
Kidul (Hanudin et al., 2012).
II.
METODOLOGI
Praktikum
lapangan Dasar-dasar Ilmu Tanah, dilaksanakan pada hari Sabtu, 26 April 2014 di
beberapa wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada praktikum ini, digunakan
beberapa alat untuk menyusun suatu profil tanah. Alat-alat yang digunakan
berupa boardlist, bor tanah, penggaris, palu pedologi, meteran, pH stick, GPS (Global Position System), kompas, soil munsel color chart, dan kamera. Bahan-bahan yang digunakan
berupa chemicalia yang terdiri atas aquadest, HCl 2N, H2O2
3%, H2O2 10%,
serta tanah yang ada di setiap stopsite.
Pengamatan
diawali dengan pembuatan profil tanah dengan irisan tegak penampang tanah
sepanjang 1-1,5 m dengan kedalaman 2 m.Pembuatan prosil tersebut harus memenuhi
syarat-syarat pembuatan profil yaitu baru, tidak terendam air, tidak terkena
sinar matahari langsung dan representatif. Pengamatan yang dilakukan meiputi
morfologi atau kenampakan di sekitar profil, karakteristik profil meliputi
jeluk, warna tanah, tekstur, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, pH,
dan uji chemikalia berupa pengujian bahan organik, Mn, dan kapur. Pengujian
kandungan bahan organik digunakan chemicalia berupa H2O2
3%, pengujian kandungan kapur digunakan
HCl 2N, sedangkan H2O2 10% digunakan untuk
pengujian kandungan Mn. Banyak sedikitnya kandungan bahasn organik, Mn, dan
kapur ditunjukkan dengan terbentuknya buih ketika tanah diberi kechemikalia
tersebut. Setelah dilakukan pengamatan tentang morfologi dan karakteristik
tanah, kemudian berdasarkan hasil yang diperoleh kemudian dijadikan untuk
mengklasifikasikan tanah berdasarkan PPT, FAO, dan USDA.
III.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
STOPSITE I
A.
Morfologi Tapak (Site)
Nama Pengamat : A2/1 Letak Lintang : S 070 48.335’; E 1100 24.791’
Lokasi :
Banguntapan Kode : Stop Site 1
Fisiografi :
Kaki Merapi Landform :
Aluvial
Topografi :
Datar Litologi : Aluvium
Lereng :
0-5% Arah Lereng : 91 NE
Landuse : Ladang
Pertumbuhan : Baik
Vegetasi :
Pisang, papaya Jeluk Air Tanah : 3 m
Pola Drainase :
Dendritik Tingkat Erosi : Rendah
Erosi :
Alur Altitude : 128 mdpl
Cuaca` :
Cerah Tanggal : 26 April 2014
B.
Karakteristik Profil
Tabel 1. Karakteristik Profil Tanah di Banguntapan
No.
|
Pengamatan
|
Lapisan I
|
Lapisan II
|
Lapisan III
|
Lapisan IV
|
1.
|
Jeluk (cm)
|
0-60
|
65-96
|
96-139
|
139-203
|
2.
|
Warna Tanah
|
||||
a.
Matriks
|
10 YR 2/2
|
10 YR 4/3
|
10 YR 3/6
|
10 YR 4/2
|
|
b.
Karatan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
c.
Campuran
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
3.
|
Tekstur
|
Pasir Geluhan
|
Pasir Geluhan
|
Geluh Pasiran
|
Geluh Pasiran
|
4.
|
Struktur
|
||||
a.
Tipe
|
Gumpal
|
Gumpal
|
Gumpal
|
Gumpal
|
|
b.
Kelas
|
|||||
c.
Derajat
|
Lemah
|
Lemah
|
Lemah
|
Lemah
|
|
5.
|
Konsistensi
|
Lepas-lepas
|
Lunak
|
Agak Teguh
|
Agak Teguh
|
6.
|
Perakaran
|
||||
a.
Ukuran
|
Mikro Sedang
|
Meso Sedang
|
Meso
|
Mikro
|
|
b.
Jumlah
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
|
7.
|
Bahan Kasar
|
-
|
-
|
-
|
-
|
a.
Jenis
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
b.
Jumlah
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
c.
Ukuran
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
8.
|
Uji Khemiikalia
|
||||
a.
BO(H2O2
10%)
|
-
|
+++
|
++
|
+
|
|
b.
Mn (H2O2
3%)
|
-
|
+
|
+++
|
++
|
|
c.
Kapur (HCl 2N)
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
9.
|
pH H2O
|
5.5
|
6
|
6
|
5.5
|
10.
|
Catatan Khusus
|
C.
Klasifikasi Tanah
a.
PPT : Aluvial
b.
FAO : Kambisol
c.
Soil Taxonomy : Inceptisol
Praktikum lapangan Dasar-dasar Ilmu Tanah dilaksanakan untuk mengetahui
berbagai sifat, karakteristik dan sebaran tanah yang ada di Yogyakarta. Praktikum tersebut terdiri atas 5 stop site. Pada stop site pertama
berada di daerah Banguntapan Bantul, fisiografi kaki merapi. Disebut sebagai
fisiografi kaki merapi karena pada daerah tersebut memiliki struktur tanah yang
berasal dari abu vulkanik gunung merapi dan belum mengalami proses perkembangan
lebih lanjut. Pada umumnya, tanah yang berasal dari abu vulkanik memiliki sifat
yang subur kandungan N rendah dan kemampuan menyerap air yang tinggi. Secara
umum, tanah yang berasal dari abu vulkanik memiliki warna yang bervariasi
seperti merah kuning, coklat kemerahan, coklat dan coklat kekuningan. Berbagai
jenis warna tersebut bergantung pada dominan material yang terkandung di
dalamnya.
Praktikum lapangan pada stop site pertama dilakukan pada
tanggal 26 April 2014. Topografi yang terdapat pada afisiografi kaki merapai
ialah topografi datar. Pada stop site pertama memiliki kemiringan lereng
sekitar 0-5% dengan arah lereng 91 NE. Lereng merupakan suatu kenampakan alam
yang disebabkan oleh adanya perbedaan tinggi. Bentuk lereng akan bergantung
pada proses erosi, gerakan tanah dan pelapukan. Kemiringan lereng merupakan
suatu parameter dari topografi. Dengan demikian, kemiringan lereng pada
fisiografi kaki merapi relatif kecil yakni kurang dari 8%, sehingga dikatakan
memiliki topografi datar.
Sebagaimana teori yang telah dijelaskan bahwa tanah yang
berasal dari abu vulkan akan memiliki tingkat kesuburan yang lebih tinggi
dibanding dengan jenis tanah lainnya. Berdasarkan hal tersebut, penggunaan atau
pemanfaatan tanah pada fisiografi kaki merapi umumnya digunakan sebagai ladang
dan vegetasi yang dapat ditemukan ialah tanaman pisang dan papaya. Selain itu,
tanah yang terdapat pada lokasi stop site I memiliki pola drainase dendritik.
Pola drainase dendritik merupakan pola aliran air yang menyerupai percabangan
pohon dengan tingkat erosi yang relatif rendah, sehingga termasuk ke dalam
jenis erosi alur. Erosi alur merupakan erosi yang terjadi pada saat air larian
masuk ke dalam cekungan permukaan tanah dengan kecepatan tinggi, sehingga
menyebabkan terjadinya transportasi sedimen. Pola drainase juga menunjukkan
tingkat erosi suatu jenis tanah. Dengan demikian, tanah pada stop site I
memiliki tingkat erosi yang rendah karena mempunyai pola drainase dendritik.
Dengan rendahnya tingkat erosi tersebut, jenis tanah pada stop site I memiliki
kemampuan menyimpan dan menyerap air yang sangat tinggi.
Praktikum lapangan pada stop site I dilakukan pada saat
cuaca cerah. Lokasi tersebut terletang pada lintang S 07048.335’;E
1100 24.791’. Pengukuran letak lintang dilakukan menggunkan suatu
alat yang dinamakan GPS (Global
Positioning System). Bentuk atau jenis tanah yang terdapat pada lokasi
tersebut ialah alluvial. Tanah tersebut terbentuk dari suatu proses endapan
batuan induk yang mengalami pelarutan. Dalam hal tersebut, endapan yang terjadi
berupa endapan abu vulkanik yang berasal dari material Gunung Merapi. Dari uraian
tersebut, dapat diketahui batuan induk yang menyusun jenis tanah alluvial.
Tanah alluvial pada fisiografi merapi tersusun oleh batuan induk atau litologi
yang berupa alluvium. Alivium merupakan suatu jenis batuan endapan atau batuan
sedimen.
Pada stop site I tumbuhan akan memiliki pertumbuhan yang baik,
karena tanah di stopsite I memiliki tingkat kesuburan tanah yang cukup tinggi. Selain itu,
tanah yang terdapat pada lokas`i tersebut memiliki jeluk air tanah dengan kedalaman sekitar 3 m.
Dengan demikian, tanah tersebut memiliki jeluk air tanah dengan kategori agak
dalam. Tanah yang terdapat pada stop site I memiliki altitude sedalam 128 mdpl.
Altitude merupakan posisi vertical atau ketinggian suatu objek dilihat dari
suatu titik
tertentu. Pengukuran altitude dilakukan dengan menggunakan suatu alat yang
dinamakan sebagai altimeter. Dari berbagai uraian tersebut, merupakan suatu
morfologi tampak dari tanah yang tedapat pada stop site I.
Gambar
1. Profil Tanah di Banguntapan
Berdasarkan hasil pengamatan, diperoleh karakteristik
profil tanah yang terdapat pada daerah Banguntapan, Bantul. Tanah pada stop site
I terdiri atas empat lapisan yaitu, lapisan I, II, II, dan IV. Karakteristik
profil tanah yang diamati pada stop site tersebut ialah jeluk tanah, warna
tanah, tekstur tanah, struktur, konsistensi, perakaran, bahan kasar, uji
khemikalia tanah, dan pH H2O. Pada Lapisan I memiliki jeluk tanah
dengan kedalaman berkisar antara 0-60 cm, lapisan II 65-96 cm, lapisan III
96-139 cm, dan lapisan IV dengan kedalaman 139-203 cm. Dari data tersebut
diketahui bahwa lapisan I memiliki kedalaman lapisan 60 cm, lapisan II 31 cm,
lapisan III 43 cm, dan lapisan IV 64 cm. Dengan demikian, lapisan atas tanah
yang disebut sebagai top soil
memiliki kedalaman yang lebih dalam dibandingkan dengan lapisan kedua dan
ketiga. Hal tersebut menunjukkan bahwa horizon O yang merupakan tanah dengan
kandungan hara tinggi, pada tanah alluvial memiliki kedalaman yang cukup dalam.
Warna tanah yang terdapat pada stop site satu cukup
bervariasi antara lapisan I hingga lapisan IV. Hal tersebut ditunjukkan dengan
adanya matriks tanah pada lapisan I 10 YR 2/2, lapisan II 10 YR 4/3, lapisan
III 10 YR 3/6, dan lapisan IV 10 YR 4/2. Adanya variasi tanah bergantung pada
jumlah atau kandungan bahan organik yang terdapat pada suatu jenis tanah.
Semakin terang warna suatu jenis tanah akan mnyebabkan kandungan bahan organik
yang terdapat pada suatu jenis tanah semakin sedikit. Penentuan warna tanah
dilakukan dengan metode kuantitatif menggunakan kartu warna soil Soil Munsell
Colour Charts.
Tekstur tanah yang terdapat pada lapisan I, II, III, dan IV ialah pasir
geluhan. Penentuan tekstur tanah tersebut dilakukan dengan metode perabaan atau
peremasan tanah dalam keadaan lembab atau basah. Tekstur tanah memiliki sifat
yang permanen, sehingga tidak mudah untuk diubah. Tekstur tanah memberikan
pengaruh yang besar terhadap sifat tanah yang lainnya yakni struktur,
konsistensi, kelengasan, permeabilitas, dan lain sebagainya.
Tanah yang terdapat pada lokasi stop site I memiliki
struktur gumpal dengan derajat yang lemah, baik pada lapisan I hingga lapisan
IV. Ha tersebut menunjukkan bahwa lapian tanah yang terdapat pada jenis tanah
tersebut memiliki struktur yang padat, karena berupa suatu gumpalan-gmpalan
tertentu. Konsistensi yang terdapat pada tanah tersebut ialah sebagai berikut
lapisan I memiliki kosistensi lepas-lepas, lapisan II lunak, sedangkan lapisan
III dan IV
memiliki kosistensi agak teguh. Keadaan tersebut menunjukkan bahwa pada lapisan
II mengandung lebih banyak bahan organik sehingga mengakibatkan tanah tersebut
berifat remah dan gembur. Perakaran yang terdapat pada lapisan tanh tersebut
ialah lapisan I memiliki perakaran mikro sedang, lapisan II meso sedang,
lapisan III meso, dan lapisan IV mikro dengan jumlah perakaran pada
masing-masing lapisan sedang. Perakaran mengindikasikan kerapatan dan kepadatan
tanah yang ditandai dengan kemampuan suatu akar tanaman untuk menembus lapisan
tanah.
Jenis tanah yang terdapat pada stop site 1 tidak
memiliki bahan kasar, sehingga tanah tersebut bersifat subur dan gembur. Uji
khemikalia dilakukan untuk mngetahui kandungan bahan organik tanah, kandungan
Mn, dan kadar kapur dalam tanah. Pengujian bahan organik tanah dilakukan dengan
meneteskan larutan H2O2 10% pada masing-masing lapisan
tanah. Kandungan bahan organik dapat diketahui dengan adanya busa yang mncul
pada tanah yang ditetesi dengan larutan hydrogen peroksida 10%. Semakin banyak
buih atau busa yang dihasilkan, kandungan bahan organik dalam suatu jenis tanah
akan semakin tinggi, dan sebaliknya. Dari hasil pengamatan, diperoleh bahwa
lapisan I tidak memiliki bahan organik. Hal tersebut dikarenakan lapisan I
terdiri atas tanah dengan tekstur pasir geluhan yang pasir tersebut berasal
dari material gunung merapai berupa abu vulkanik yang belum mengendap.
Kandungan bahan organik tertinggi terdapat pada lapisan II. Dengan demikian,
urutan kandungan bahan organik dari yang tertinggi ke terendah
ialah lapisan II > III > IV > I. Kadungan Mn dalam tanah dapat diketahui dengan cara memberi
larutan H2O2 3% ke dalam masing-masing lapisan tanah.
Sebagaimanan bahan organik tanah, indikator yang digunakan ialah adanya buih atau busa. Kandungan Mn
terbanyak terdapat pada lapisan III, kemudian IV, II dan paling sedikit pada
lapisan I. Kadar kapur tanah dapat diuji dengan larutan HCl 2 N. Dari hasil
pengamatan diperoleh bahwa, pada masing-masing lapisan tanah tidak memiliki
kandungan kapur tanah, Hal ini dapat terjadi karena tanah tersebut berifat
sedikit masam. Hal ini dapat terjadi
karena tanah pada lokasi ini merupakan tanah dengan
bahan organik tinggi sehingga sangat reaktif.
Berdasarkan pengukuran pH H2O diperoleh bahwa tanah pada
stop site I memiliki pH berkisar antara 5.5-6. Pada lapisan I dan IV memiliki
pH 5.5 dan lapisan II , III, memiliki pH sebesar 6. pH tersebut merupakan pH
yang dibutuhkan tanaman untuk dapat tumbuh dengan baik. Dengan demikian, tanah
tersebut merupakan tanah dengan tingkat kesuburan yang relatif tinggi, karena
memiliki pH yang mendekati netral.
Dari berbagai uraian morfologi tampak dan karakteristik
profil tanah tersebut diketahui bahwa tanah pada stop site 1 yang berlokasi di
daerah Banguntapan, Bantul termasuk dalam tanah jenis tanah Inceptisol (menurut
USDA/Soil taxonomy), kambisol (FAO)
dan tanah alluvial menurut system PPT. Tanah Kambisol (menurut sistem FAO) merupakan tanah yang mempunyai horison
B kambik dan horison A umbrik atau molik, serta tidak terdapat gejala
hidromorfik. Nama kambisol berasal dari “kambik” yang berarti berubah atau
horison bawah permukaan kambik dan “solum” yang berarti tanah. Ciri-ciri utama
horison kambik adalah memiliki tekstur berupa pasir bergeluh
halus atau pasir bergeluh sangat halus atau pasir sangat halus,mempunyai kandungan Bahan Organik rendah, dan
tidak mempunyai struktur histik, mollik, dan umbrik. Pada Horizon B tanah inceptisol telah mengalami proses- proses genesis tanah seperti
fisik, biologi, kimia dan proses pelapukan mineral. Perubahan ini menghasilkan
struktur kubus atau gumpal bersudut.
Hal inilah yang menyebabkan struktur tanah inceptisol berupa gumpal. Inceptisol merupakan tanah yang berkembang. Tanah tersebut memiliki
keistimewaan yakni mempunyai ochre dan horizon subpermukaan yang kambik. Tanah inceptisol
merupaka tanah muda, sehingga memiliki sifat yang hampir sama dengan induknya.
Tanah tersebut merupakan tanah hasil pelapukan batuan induk yang lemah, tersusun
atas pebedaan warna, struktur, dan konsistensi sebagai hasil pelapukan. Pada
umumnya memiliki horizon kambik dan
epidedon okrik atau umbik. Tanah tersebut belum mengalami perkembangan
lebih lanjut, sehingga memiliki sifat yang subur. Di
daerah iklim sedang dan semakin banyak
hujan, maka inceptisol akan berkembang menjadi Mollisol atau Alfisol, sedangkan
bila tanah inceptisol berkembang di daerah iklim tropis dan
subtropis terbentuklah Ultisols
atau Oxisols. Tanah Inceptisol yang terdapat didataran
rendah solum yang terbentuk pada umumnya tebal, sedangkan pada daerah-daerah yang memiliki lereng cukup curam akan muncul solum yang terbentuk tipis. Inceptisols berkembang pada beragam
kondisi iklim, kecuali kondisi yang
arid. Rezim
lengas-tanah inceptisol beragam, mulai dari tanah-tanah yg
drainasenya buruk hingga tanah-tanah yang drainasenya bagus pada lereng-lereng curam.
Warna tanah Inceptisol beraneka ragam. Warna yang terbentuk tergantung dari jenis bahan induknya. Warna kelabu bahan
induknya berasal dari endapan sungai, warna
coklat kemerah-merahan karena mengalami proses reduksi, dan warna hitam mengandung bahan organik yang
tinggi.Bahan Organik di dalam tanah
cenderung memiliki warna hitam sehingga mempengaruhi warna suatu tanah. Tanah yang termasuk dalam ordo inceptisol antara lain alluvial,
regosol, andosol, dan lain sebagainya.
STOP SITE 2
I. Morfologi Tapak (Site)
Lokasi : Karangsari, Patuk Kode : Stop Site 2
Fisiografi : Baturagung Landform : Bukit
Topografi (Relief) : Berbukit Litologi/Bhn.Indk : Breksi konglomerat
Lereng : 20% Arah
Lereng : 283o NE
Land Use : Tegalan
di atas sungai
Vegetasi : singkong Pertumbuhan : Subur
Pola Drainase : Dendritik Jeluk air tanah : 1,5-2 m
Erosi : Parit Tingkat Erosi : sedang - tinggi
Cuaca : Cerah Altitute : 28,5 m dpl
Letak lintang : 07oLS 51181o,110oLU
29,377’110o29
II. Karakteristik Profil
Tabel
2. Karakteristik Profil Tanah di Karangsari
No.
|
Pengamatan
|
Lapisan I
|
Lapisan II
|
Lapisan III
|
Lapisan IV
|
1.
|
Jeluk (cm)
|
0-45
|
45-75
|
74-111
|
111-142
|
2.
|
Warna tanah
|
||||
a. matrik
|
5 YR 4/3
|
10 YR 4/4
|
7.5 YR 5/4
|
5 YR 5/1
|
|
b. kerapatan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
c. Campuran
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
3.
|
Tekstur
|
Lempung pasiran
|
Lempung pasiran
|
Lempung pasiran
|
Lempung debuan
|
4.
|
Struktur
|
||||
a. Tipe
|
gumpal
|
gumpal menyudut
|
gumpal menyudut
|
gumpal menyudut
|
|
b. Kelas
|
Kecil
|
Kecil
|
Sedang
|
Sedang
|
|
c. Derajad
|
Lemah
|
Lemah
|
Sedang
|
Sedang
|
|
5.
|
Konsistensi
|
Agak liat
|
Agak liat
|
Agak liat
|
Agak liat
|
6.
|
Perakaran
|
||||
a. Ukuran
|
Mikro
|
-
|
-
|
-
|
|
b. Jumlah
|
Sedikit
|
-
|
-
|
-
|
|
7.
|
Bahan kasar
|
-
|
-
|
-
|
-
|
a. Jenis
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
b. Jumlah
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
c. Ukuran
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
8.
|
Uji Khemikalia
|
||||
a. Kapur (HCl 2 N)
|
−
|
−
|
−
|
−
|
|
b. Mn (H2O2 3 %)
|
+
|
+
|
++
|
+
|
|
c. BO (H2O2 10 %)
|
+++
|
+++
|
+++
|
+++
|
|
9.
|
pH H2O
|
5
|
5
|
5
|
5
|
10.
|
Catatan khusus
|
-
|
|||
(konkresi, slicken site Struktur baji,
clay skin, dll)
|
Tidak terjadi
redoks
|
Tidak terjadi
redoks
|
Tidak terjadi
redoks
|
Tidak terjadi
redoks
|
III. Klasifikasi Tanah
- PPT : Latosol
- FAO : Kambisol
- Soil Taxonomy / USDA : Inceptisol
Pengamatan pada stop site 2
dilakukan di Karang Sari, Patuk. Hasil pengamatan terhadap morfologi tapak
diketahui bahwa fisiografi lokasi pengamatan berupa Pegunungan Baturagung.
Fisiografi ini biasanya menjadi kontrol dominan terhadap bentuk evolusi, bentuk
lahan, akan
terlihat pada
pembentukan lahannya. Fisiografi ini tersusun atas batuan induk breksi konglomerat dan batu
gamping yang menunjukan bentuk lahan yang tegas. Breksi
adalah batuan sedimen dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk
butiran yang bersudut sedangkan bahan induk Konglomerat adalah batuan sedimen
dengan ukuran butir lebih besar dari 2 mm dengan bentuk butiran yang membundar.
Jenis batuan tersebut mungkin akan resisten terhadap
suatu proses yang lain, akan tetapi di bawah pengaruh kondisi iklim yang
berbeda- beda akan memberikan perbedaan tingkat resistennya. Batu gamping pada
daerah beriklim tropis akan membentuk topografi karst, sedangkan pada daerah
kering batu gamping resisten pada seperti batu pasir. Pada umumnya, batuan kapuran atau kuarsitik lebih
tahan terhadap perkembangan tanah. Pelarutan dan kehilangan karbonat diperlukan
sebagai pendorong dalam pembentukan tanah pada batuan berkapur.
Pada
hasil pengamatan diketahui bahwa topografi dan landformnya berupa perbukitan
dengan kemiringan lereng yang cukup
tinggi yaitu 20%. Bentukan landform yang berupa perbukitan
dikarenakan letaknya yang berada di daerah sekitar lereng pegunungan. Tanah yang terbentuk pada landform ini awalnya
berupa bahan induk aluvial, bahan induk aluvial merupakan tanah yang terbentuk
karena endapan abu vulkanik. Akan tetapi, jenis tanah yang terdapat pada stop
site dua telah mengalami perkembangan lebih lanjut, sehingga terbentuk jenis
tanah yang baru. Hal tersebt menunjukkan bahwa pada awalnya daerah tersebut
merupakan daerah yang terletak dekat gunung berapi yang disebut sebagai gunung
api purba Nglanggeran. Adanya erupsi dari gunung api tersebut
menyebabkan terbentuknya tanah berupa endapan abu vulkanik. Setelah beberapa
tahun terjadi proses pelindian oleh air sungai dan terjadi pengendapan atau
sedimentasi. Akibatnya, tanah mengalami perubahan berbagai sifat fisik maupun
kimia tanah, seperti tingkat keasaman tanah atau kebasaan tanah berubah.
Pola drainase lokasi
pengamatan berupa dendritik, dimana lokasi pengamatan tepat disebelah sungai
yang sangat memungkinkan terjadinya erosi sedang
- tinggi. Erosi yang terjadi sendiri berupa erosi
lembar yang kemudia bercabang – cabang menyerupai parit – parit kecil. Walaupun
begitu jenis tanah yang mengandung banyak lempung tidak terlalu banyak
terpengaruh oleh erosi yang terjadi.
Sehubungan dengan posisinya yang tepat
berada di sebelah sungai, bebatuan yang ditemukan cukup banyak dan besar ukurannya. Meskipun
tanahnya subur, tapi hanya dimanfaatkan sebagai tempat perkebunan yang memiliki vegetasi singkong yang menjadi vegetasi utama di sana. Selain itu, jeluk air tanah
cukup dangkal sekitar 1,5 meter sampai 2 meter dan
altitudenya 28,5 m.
Gambar 2. Profil Tanah di Karangsari
Pada
pengamatan terhadap karakteristik profilnya tanah ini memiliki 4 lapisan. Pada
lapisan 1 terletak pada jeluk 0-45 cm; lapisan 2 yang berada pada jeluk 45-74 cm; lapisan 3 pada jeluk 74-111 cm; dan lapisan 4
yang berada
pada jeluk 111-142 cm. Matrik warna tanah yang ditemukan cukup bervariasi tergantung
dari jumlah/kadar kandungan bahan organiknya. Lapisan 1 memiliki warna tanah 5 YR 4/3 , lapisan dua memiliki warna tanah 10 YR 4/4, lapisan ke 3 matrik warna tanahnya
yaitu 7,5 YR 5/4, di lapisan 4 diketahui 5 YR 5/1. berdasarkan teksturnya pada lapisan tanah 1-3 memiliki tekstur lempung
pasiran, dan pada lapisan ke 4 memiliki tekstur lempung debuan. Pada lapisan 2 dan 3 ditemukan adanya kandungan Fe, hal tersebut dapat di
lihat pada bagian lapisan tersebut terdapat bercak – bercak tanah berwarna
merah, dan memiliki kandungan Mn, yang terlihat dari tanah memiliki
bercak-bercak berwarna hitam. Hal tersebut dapat terjadi karena adanya proses
pengoksidasian yang terjadi pada saat musim hujan maka air akan akan semakin
tinggi, sehingga kandungan Fe dan Mn dalam tanah terendam air, pada saat musim
kemarau air akan surut dan kandungan Fe dan Mn pada lapisan tanah 2 dan 3 tidak
terendam air, begitupun seterusnya, sehingga lama kelamaan kandungan besi di
dalam tanah akan teroksidasi denga air tersebut dan mengakibatkan adanya
bercak-bercak merah dan hitam pada tanah. Menurut
strukturnya semua lapisan memiliki tipe dan kelas yang sama yaitu gumpal dan gumpal
menyudut. Penentuan tipe lapisan dilakukan dengan melakukan penekanan terhadap
tanah dari masing masing lapisan. Kemudian pada lapisan tanah 1 dan 2 memiliki kelas struktur yang kecil dan memiliki
derajat tekstur yang lemah, pada lapisan 3 dan 4 memiliki kelas tekstur yang
sedang dan memiliki derajat tekstur yang sedang pula. Konsistensi pada tanah ini adalah liat pada setiap
lapisannya, ini
dipengaruhi erosi yang terjadi dan juga kandungan lempung yang banyak. Meskipun
terjadi erosi, konsistensi tetap teguh karena didominasi lempung, apalagi
lapisan terbawah yang jarang terkena erosi memungkinkan konsistensinya sangat
teguh.
Ukuran perakaran pada lapisan tanah 1 adalah
berukuran mikro, dan pada lapisan 2-4 hampir tidak di dapatkan adanya perakaran tanaman. . Ini tentu saja berhubungan dengan vegetasi yang ada, di sekitar stop site 2 hanya memiliki perkebunan
yang di tanami dengan vegetasi singkong yang memiliki akar yang penedek, dan
perakarannya hanya sampai pada lapisan tanah 1.
Ketika diuji dengan khemikalia BO (H2O2
10 %) tanah pada semua lapisan
memiliki BO yang sama yaitu dengan jumlah positif 3 pada setiap lapisannya.. Hal ini menunjukkan bahwa kandungan bahan
organik pada setiap lapisan sama
banyak. paling.. Untuk menguji kandungan Mn, menggunakan (H2O2
3%) dengan komposisi kandungan tertinggi terdapat pada lapisan tanah yang ke 3, yaitu dengan jumlah positif 2. pada
lapisan tanah 1,2 dan 4 memiliki kandungan Mn yang rendah di banding lapisan ke
3, yaitu dengan jumlah positif hanya satu saja. Hal ini di karenakan pada
lapisan tanah ke 3 labih sering terendam air sehingga memungkinkan proses
oksidasi lebih banyak terjadi pada lapisan tersebut. Sedangkan untuk menguji kandungan kapur
dengan menggunakan (HCL 2N) hasilnya tidak ditemukan kandungan kapur di horizon manapun.
Pengujian terakhir terhadap pH
tiap lapisan tanah ini sama, yaitu 5. Sehingga keasaman jenis tanah ini
termasuk tinggi, karena kejatuhan basanya hanya sekitar 30%. Pada tanah ini
seharusnya ditemukan clay skin karena mengandung lempung yang cukup tinggi.
Akan tetapi pada praktikum lapangan kali ini tidak ditemukan adanya clay skin,
hal ini dimungkinkan terjadi karena cuaca yang cukup panas, sehingga tanah kering dan clay skin tidak nampak. Tipe mineral yang
terkandung yaitu 1:1.
Berdasarkan
hasil morfologi tapak dan karakteristik profil diketahui bahwa klasifikasi dari
tanah yang ditemukan di Stop Site 2 ini berupa Latosol
(menurut PPT), Kambisol (menurut FAO), dan Inceptisol (menurut USDA).
Menurut
pengertiannya Inceptisol berasal dari kata latin inceptum, yang berarti permulaan. Tanah ini merupakan tanah hasil
pelapukan batuan induk yang lemah, tersusun atas perbedaan warna, struktur, dan
konsistensi sebagai hasil pelapukan. Profilnya mempunyai horizon yang dianggap
pembentukannya agak lamban sebagai hasil alterasi bahan induknya.
Horizon-horisonnya tidak memperlihatkan hasil hancuran ekstrem. Horizon
timbunan liat dan besi almunium oksida yang jelas sedikit pada golongan ini.
Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah muda, sehingga masih banyak
menyerupai sifat bahan induknya. Pada umumnya tanah ini mempunyai
horison kambik dan epidedon okrik atau umbrik, klasik atau gipsik. Tanah ini
belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini cukup subur dan cocok untuk di jadikan areal perkebunan. Menurut Mega et al (2010), Horison cambic adalah horison yang
pembentukannya baru dalam tingkat permulaan, sudah terlihat adanya
bentuk-bentuk struktur tertentu tetapi tanpa ada sedikit sekali bahan-bahan
illuviasi. Ciri-ciri dari horison cambic adalah :
1. Tekstur pasir sangat halus berlempung atau lebh halus.
2. Terdapat mineral-mineral yang mudah lapuk.
3. Adanya perubahan (alteration) terlihat bentuk-bentuk sebagai berikut :
a) Tanah berwarna kelabu (gley)
- Jika tidak ada karatan, chroma 2 atau kurang
- Jika tidak ada karatan dan value kurang dari 4 chroma kurang dari satu.
- Jika tidak ada karatan dan value 4 atau lebih, maka kroma 1 atau kurang.
- Jika warna berubah karena sinar matahari maka hue tidaklebih biru dari 10
Y.
b) Tanah-tanah mempunyai chroma lebih terang atau hue lebih merah daripada horison dibawahnya.
c) Terdapat pemindahan carbonat; horison cambic mengandung carbonat lebih
rendah daripada horison Ca di
bawahnya.
4. Bahan illuviasi sedikit sekali
5. Tak ada fragipan atau duripan.
6. Biasanya tak terdapat horison albic di atasnya.
7. Tebalnya paling sdikit 25 cm.
8. Tidak ada lapisan berwarna gelap (epipedon mollic atau umbric).
Horison cambic merupakan horison penciri untuk beberapa sub-order, great
group dan subgroup dari Inceptisol.
Inceptisol mempunyai karakteristik dari kombinasi sifat-sifat tersedianya
air untuk tanaman lebih dari setengah tahun atau lebih dari 3 bulan berturut
turut dalam musim kemarau; satu atau lebih horizon pedogenik dengan sedikit
akumulasi bahan selain karbonat atau silica amorf; tekstur lebih haus dari
pasir geluhan (loamy sand) dengan beberapa mineral lapuk; dan kemampuan menahan
kation fraksi lempung yang sedang sampai tinggi. Penyebab lempung ke dalam
tanah tidak dapat diukur. Menurut sistem PPT, tanah inceptisol disebut dengan
tanah latosol. Tanah ini dikategorikan tanah yang masih belum berkembang dan
akan memiliki karakteristik yang sama antara tanahnya dengan batuan induk.
STOP SITE 3
I. Morfologi Tapak (Site)
Nama pengamat : Gol.
A2 Kel 1 Tanggal : 26 April 2014
Lokasi : Hutan Bunder Kode : Stop Site 3
Fisiografi : Cekungan Wonosari Landform : Angkatan
Topografi (Relief) : Bergelombang Litologi/Bhn.Indk : Sedimen marine
Lereng : 10% Arah
Lereng : 20o NE
Land Use : Hutan sekunder
Vegetasi : Akasia Pertumbuhan : Baik
Pola Drainase : Dendritik Jeluk air tanah : > 10 m
Erosi : Rendah – sedang Tingkat Erosi : Rendah
Cuaca : Mendung Altitude : 213m – 214m dpl
Letak lintang : 07oLS 51181o,110oLU
29,377’110o29
II. Karakteristik Profil
Tabel 3. Karakteristik Profil Tanah di Hutan
Bunder
No.
|
Pengamatan
|
Lapisan I
|
Lapisan II
|
1.
|
Jeluk (cm)
|
0-18
|
>18
|
2.
|
Warna tanah
|
||
a. matrik
|
7,5 YR 3/2
|
7,5 YR ¾
|
|
b. kerapatan
|
-
|
-
|
|
c. Campuran
|
-
|
-
|
|
3.
|
Tekstur
|
Lempung
|
Lempung
|
4.
|
Struktur
|
||
a. Tipe
|
|||
b. Kelas
|
Sedang
|
Sedang
|
|
c. Derajad
|
Kuat
|
Kuat
|
|
5.
|
Konsistensi
|
Lembab
|
Lembab
|
6.
|
Perakaran
|
||
a. Ukuran
|
Mikro
|
Meso
|
|
b. Jumlah
|
Sedikit
|
Sedikit
|
|
7.
|
Bahan kasar
|
||
a. Jenis
|
Kapur
|
||
b. Jumlah
|
|||
c. Ukuran
|
|||
8.
|
Uji Khemikalia
|
||
a. BO (H2O2 10 %)
|
+++
|
++
|
|
b. Mn (H2O2 3 %)
|
+
|
++
|
|
c. Kapur (HCl 2 N)
|
-
|
-
|
|
9.
|
pH H2O
|
7
|
6
|
10.
|
Catatan khusus
|
Semua kapur
|
|
(konkresi, slicken site Struktur baji,
clay skin, dll)
|
III. Klasifikasi Tanah
- PPT : Rendzina
- FAO : Rendzina
- Soil Taxonomy / USDA : Mollisol
Pengamatan yang ketiga di stopsite 3 terhadap tanah
Rendzina yang dilakukan di kecamatan Playen, Wonosari, tepatnya di Hutan Bunder,
yang mana menurut fisiografinya berada pada cekungan wonosari dan altitude 213
– 214 m dpl dengan koordinat S 07o 54,160' E 110o 33,086'. Pada saat pengamatan dilakukan, cuaca di daerah ini
mendung tetapi tidak mengganggu pengamatan terhadap tanah Rendzina di daerah
ini. Lahan ini digunakan untuk hutan sekunder dengan vegetasi akasia.
Tanah ini berlitologi batuan sedimen
yang umumnya mudah lapuk dan menghasilkan tanah dengan tekstur lebih halus dan
memiliki kandungan basa tinggi. Bahan induk penyusunnya yaitu Napal yang terdiri
atas campuran pasir dan lempung yang didominasi oleh montmorilonit sehingga jika dilihat dari tingkat kesuburannya, tanah ini
termasuk tanah yang subur. Napal adalah batuan induk yang berupa kalsium karbonat
yang memiliki kandungan lempung. Apabila terdapat suatu tanah yang berasal dari
bahan induk kapur, maka pada perkembangan tanahnya, tanah tersebut akan
memiliki tingkat keasaman basa. Hal ini sesuai dengan Ph yang didapatkan saat
pengamatan di lapangan. Seharusnya, tanah yang berasal dari batuan induk kapur
, dalam hal ini Mollisol akan memiliki Unsur hara yang tidak terlalu banyak.
Hal ini disebabkan karena mollisol yang diamati berkembang di daerah pegunungan
kapur di Gunung Kidul yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Air hujan akan
melindi unsur hara yang ada pada tanah tersebut. Kesuburan ini disebabkan oleh kandungan bahan
organik yang tinggi. Karena kandungan bahan organik yang tinggi tanah rendzina
berwarna hitam, dimana tanah ini merupakan deposit (transformasi/alih
ragam) yang dibentuk di tempat lain lalu ditimbun di
sini.
Relief tanah ini landai, berlereng kurang lebih 10%. Relief berpengaruh terhadap proses pembentukan
tanah yaitu terhadap jumlah air hujan yang meresap, jeluk air tanah, besarnya
erosi, dan arah gerakan air beserta bahan-bahan yang terlarut di dalamnya. Ditemukan bahwa jeluk air tanah lebih dalam dari
10 meter, pola drainase pada lahan ini adalah pola dendritik. Pola drainase
jenis ini menyebabkan terjadinya erosi tetapi dalam tingkat yang kecil. Erosi
yang sedikit ini menyebabkan kandungan Bahan Organik yang ada pada permukaan
tanah tetap terjaga dengan baik walaupun berkurang, sehingga dapa dikatakan
tanah mollisol termasuk memiliki kesuburan yang cukup untuk pertumbuhan
tanaman. Selain itu, kesuburan tanah ini berasal dari vegetasi yang ada di
sekitarnya yaitu hutan akasia. Daun-daun yang berguguran kemudian
terdekomposisi menjadi bahan organik dalam tanah akan mempengaruhi kesuburan
tanah. Perbedaan kelembaban akibat perbedaan relief
akan menghasilkan jenis tanah yang berbeda karena kelembaban termasuk salah satu faktor iklim yang berpengaruh
terhadap perkembangan tanah.
Terdapatnya jenis tanah yang berbeda sangat dipengaruhi
oleh iklim. Rendzina umumnya terbentuk di daerah beriklim semi arid dan sub humid sehingga
pada musim kemarau suhu tinggi dan pada musim hujan suhu cenderung rendah. Hal ini sangat sesuai dengan kondisi yang terjadi
pada Hutan Bunder di Wonosari. Pada saat Waktu pengamatan dilakukan pada saat
cuaca mendung, tetapi tidak mempengaruhi pengamatan. Komponen utama tanah ini
adalah kapur, sehingga daya infiltrasi (pori-pori tanah besar) dan perkolasi
besar maka didalamnya akan terbentuk sungai-sungai bawah tanah. Sungai-sungai
ini terletak jauh di dalam tanah sehingga untuk keperluan harian harus dicapai ± 15 m. Sungai-sungai di bawah tanah ini adalah air
tanah dalam yang terbentuk di atas lapisan kedap air. Hal ini sesuai dengan
jeluk air tanah yang diperkirakan yaitu lebih dari 10 meter. Infiltrasi pada tanah ini sangat
besar sehingga mudah mengalami kekeringan. Oleh karena itu tanaman dengan
perakaran dangkal lebih cocok untuk dibudidayakan pada lahan ini. Namun tidak
menutup kemungkinan tanaman dengan perakaran mikro dan makro dibudidayakan
karena jangkauan perakaran lebih luas sehingga bisa menyerap air bawah tanah
lebih optimal. Pertumbuhan tanaman relatif sedang dengan komoditas mayoritas akasia dan
jati.
Tata guna lahan di daerah
pengamatan adalah hutan konservasi atau hutan sekunder. Jenis vegetasi yang
dibudidayakan adalah jenis akasia. Tanah rendzina memiliki litologi batu kapur
dengan pola drainase dendritik. Erosi yang terjadi adalah berupa erosi alur
dengan tingkat rendah – sedang. Klasifikasi tanah menurut PPT yaitu Rendzina, untuk FAO yaitu Rendzina, dan untuk USDA yaitu
molisol.
Pada pengamatan
karakteristik profil tanah Rendzina ini, diketahui bahwa tanah Rendzina terdiri
atas 2 lapisan yaitu lapisan 1 dan lapisan 2. Lapisan
1 berada pada jeluk 0-18cm, sedangkan lapisan 2 berada pada jeluk >18cm. Pengukuran kedalaman masing-masing horison ini menggunakan metline.
Kemudian dalam menentukan lapisan itu diperkuat dengan perbedaan warna tanah di setiap lapisan. Yaitu lapisan 1 7,5 YR 3/2,
lapisan 2 7,5 YR 3/4. Metode yang
digunakan yaitu secara kuantitatif menggunakan kartu warna Soil Munsell Color Charts yang tersusun atas 3 unsur yaitu Hue (angka 10) yang menunjukan spektrum
warana dominan; Value (YR) yang
menunjukan tingkat kecerahan warna dengan warna putih sebagai pembanding; dan Chroma (3/1 atau 3/2)
yang menunjukan tingkat kemurnian warna.

Gambar 3. Profil Tanah Hutan Bunder
Konsistensi tanah di lapisan 1 dan 2 lepas-lepas, seharusnya konsistensi
tanah Rendzina sangat keras, hal ini disebabkan kondisi tanah rendzina di
lapangan berkonsistensi lembab. Pada lapisan 2 terdapat bahan kasar yang ada berupa
konkresi Mn dalam jumlah yang banyak. Konkresi ini terjadi pada tanah yang agak
masam karena mobilisasi Mn2+yang mengendap pada lapisan tanah.
Kekerasan lapisan
1 lebih rendah karena kandungan bahan organik (BO)
lebih besar dan bersifat ringan. Sedang pada lapisan 2 kandungan BO nya lebih kecil dengan
campuran liat yang lebih dominan sehingga bersifat lebih keras dengan demikian
kemungkinan terkena erosi lebih kecil. Pengujian BO menggunakan H2O2
10%, reaksi yang sangat kuat (timbul buih yang banyak) menandakan kadar BO lebih
banyak.
Penambahan H2O2 3% pada tanah menunjukkan
reaksi yang kuat menandakan kandungan Mn tinggi. Berdasarkan hal itu pada lapisan 1 diketahui
kandungan Mn lebih tinggi daripada lapisan
2. Kandungan Mn ini yang berperan dalam konkresi Mn. Kandungan
kapur pada kedua lapisan sama dan diuji menggunkan HCl 2 N. Walaupun bahan induk sebagian
besar kapur, namun karena perkembangan tanah dan pengaruh iklim kandungan tanah
pada horison ini cenderung lebih rendah.
Penentuan pH ini dilakukan secara kuantitatif menggunakan pH stick. Lapisan
1 memiliki pH sebesar 4,5 sedangkan lapisan 2 sebesar 5. Dapat
dikatakan pH tanah rendzina sedikit masam. Jadi berdasarkan
pengamatan dilapangan dan data yang diperoleh diperlukan usaha untuk
meningkatkan potensi tanah rendzina, mengingat kandungan BO yang tinggi dan
tersedianya air bawah tanah yang cukup melimpah. Penelitian dan penerapan
teknologi yang tepat guna akan bermanfaat bagi peningkatkan produktivitas lahan
ini sehingga secara ekonomis dapat meningkatkan kesejahteraan penduduk sekitar.
Tanah rendzina atau menurut USDA yaitu
tanah Mollisol memiliki kandungan bahan organik
yang cukup tinggi, diperkaya dengan unsur hara yang berada di permukaan tanah
yang biasanya terdapat di jeluk tanah dengan kedalaman antara 60-80 cm. Permukaan horison ini subur, dikenal sebagai epipedon mollic. Epipedon Mollik adalah horison penciri tanah
mollisol. Epipedon mollik ini berawal dari proses addisi dari luar tanah ,
yaitu dari bahan organik misalnya berasal dari akar tanaman maupun dedaunan
yang ada di sekitar tanah tersebut. Sehingga dapat dikatakan tanah ini
berkembang karena adanya vegetasi di sekitarnya. Menurut Mega et al. (2010),
Epipedon mollic adalah horison permukaan yang tebal dan berwarna gelap, mempunyai
kejenuhan basa tinggi dengan tingkat perkembangan struktur sedang sampai kuat.
Horison ini serupa dengan epipedon umbric, kecuali kejenuhan basa yang lebih
dari 50%. Horison ini terbentuk karena terjadinya dekomposisi bahan organik di
dalam tanah yang banyak mengandung kation-kation bervalensi dua. Bahan organik
berasal dari sisa-sisa akar tanaman, atau bahan organik dari permukaan tanah
yang tercampur ke dalam tanah oleh binatang-binatang yang terdapat
organisme-organisme yang masih hidup. Ciri-ciri epipedon mollic adalah sebagai
berikut :
1. Tingkat
perkembangan struktur cukup kuat, dan tidak keras bila kering.
2. Warna tanah
adalah :
a) Lembab : chroma dan value kurang dari 3,5.
b) Kering : value kurang dari 5,5.
c) Jika ada horison C, maka dalam keadaan lembab dan kering value 1 satuan lebih
gelap dan chroma 1 satuan lebih gelap dari pada c.
3. Tanah-tanah yang belum digarap (virgin soil) mempunyai C/N ratio 17 atau
kurang, sedang pada tanah-tanah yang telah dikerjakan C/N ratio 13 atau kurang.
4. Kejenuhan basa
lebih dari 50% (metode NH4OAc) dan komplek adsorpsinya didominasi ole ion-ion
Ca.
5. Mengandung
paling sedikit 0,58% C (1% bahan organik).
STOPSITE 4
A. Morfologi Tapak (Site)
Nama pengamat : gol. A2/I Letak
Lintang : 70 ̊ 58’183’ LS 110̊ 34 ’286’’BT
Lokasi : Playen Kode : 4
Fisiografi : Cekungan Wonosari Landform :
Karst
Topografi : datar Litologi : Koral
Lereng : 0-
5 % Arah
Lereng : 195̊
Landuse :
tegalan Pertumbuhan : baik
Vegetasi : jati Jeluk Air Tanah : 2-4 m
Pola
Drainase : dendritik Tingkat Erosi : tinggi
Erosi : parit Altitude : 216
Cuaca : hujan Tanggal : 26 April 2014
B. Karakteristik
Profil
Tabel 4. Karakteristik Profil Tanah di Playen
No
|
Pengamatan
|
Lapisan I
|
Lapisan II
|
Lapisan III
|
Lapisan IV
|
1
|
Jeluk (cm)
|
1-2
|
|||
2
|
Warna Tanah
|
||||
a.
Matrik
|
5YR 4/1
|
||||
b.
Karatan
|
-
|
||||
c.
Campuran
|
Kapur
|
||||
3
|
Tekstur
|
Lempung debuan
|
|||
4
|
Struktur
|
||||
a.
Tipe
|
Gumpal membulat
|
||||
b.
Kelas
|
Halus
|
||||
c.
Derajat
|
Kuat
|
||||
5
|
Konsistensi
|
Teguh
|
|||
6
|
Perakaran
|
||||
a.
Ukuran
|
Makro
|
||||
b.
Jumlah
|
Sedikit
|
||||
7
|
Bahan Kasar
|
||||
a.
Jenis
|
-
|
||||
b.
Jumlah
|
-
|
||||
c.
Ukuran
|
-
|
||||
8
|
Uji khemikalia
|
||||
a.
BO (H2O2
10%)
|
+++++
|
||||
b.
Mn (H2O2
3%)
|
++++
|
||||
c.
Kapur(HCl 2N)
|
+
|
||||
9
|
pH H2O
|
6
|
|||
10
|
Catatan Khusus
|
Adanya batuan berlubang menunjukkan adanya aktivitas organisme
|
III. Klasifikasi Tanah
- PPT : Grumusol
- FAO : Vertisol
3.
USDA : Vertisol
Pada stopsite ke-4 bertempat di Daerah Playen, Wonosari. Playen termasuk ke dalam
fisiografi cekungan wonosari, yang terletak di daerah datar sampai
cekungan di Daerah Wonosari. Berdasarkan
hasil pengamatan terletak pada topografi datar, memiliki kelas lereng datar
yakni 0-5%, memiliki arah lereng 195°, serta altitude 216 m di atas permukaan laut.
Daerah
Playen memiliki landuse sebagai
daerah tegalan, hal tersebut ditunjukkan dengan vegetasi yang dominan adalah
tanaman jati. Daerah tegalan merupakan daerah yang pengolahannya tidak terlalu
intensif. Hal tersebut berkaitan pula dengan sifat pencampuran yang dilakukan
oleh tanah vertisol yakni jenis tanah di Playen yang secara periodik mengalami
pedoturbasi. Daerah Playen memiliki jeluk air tanah 2-4 meter. Pola drainase
dendritik merupakan pola drainase yang paling dominan di Yogyakarta, termasuk
keempat daerah lain yang dijadikan sebagai daerah pengamatan profil tanah.
Jeluk air tanah tersebut menunjukkan bahwa kedalaman air tanah tergolong agak
dalam.
Pengamatan
berlangsung ketika kondisi cuaca hujan, sehingga hal tersebut menyebabkan data
hasil pengamatan kurang maksimal. Jenis kerusahan lahan yang dimiliki Daerah
Playen, yakni erosi parit. Erosi parit merupakan
perkembangan lanjut dari erosi alur, dikatakan sebagai erosi parit apabila alur
sudah sangat besar dan tidak dapat dihilangkan hanya dengan pembajakan biasa
atau alur tersebut berhubungan langsung dengan saluran pembuangan utama.
Pertumbuhan
tanaman di Daerah Playen tergolong baik, sehingga tumbuhan yang hidup dapat
tumbuh dengan subur di daerah tersebut. Pertumbuhan yang baik tersebut juga
didukung dengan adanya pola drainase dendritik. Berdasarkan pengamatan yang
telah dilakukan pada tanggal 26 April 2014, ditemukan banyak batuan di sungai.
Batuan tersebut dijumpai umumnya berlubang, hal tersebut menunjukkan bahwa
adanya aktivitas organisme yang tinggi. Aktivitas organisme mampu mempengaruhi
proses pembentukan tanah yang ada di Playen. Daerah ini memiliki landform berupa karst dan litologi
berupa koral. Litologi berupa koral tersebut menunjukkan bahwa pada saat
pembentukan fisiografi tersebut dulunya diakibatkan oleh adanya pengangkatan
dari laut.
Karakteristik
profil tanah di Daerah Playen, diperoleh hasil bahwa daerah ini terdapat satu
lapisan. Penentuan lapisan tanah tersebut diperoleh dengan beberapa cara yaitu
berdasarkan perbedaan warna, kemudian perbedaan teksur, kemudian konsistensi
yang ditandai dengan perbedaan bunyi saat tanah dipukul-pukul. Pada pengamatan
ini, warna tanah pada pembuatan profil, memiliki warna yang sama. Kemudian
dilakukan penentuan dengan perbedaan tekstur, yang dilanjutkan dengan perbedaan
konsistensi yang dilakukan dengan dipukul-pukul dari atas ke bawah, dan
dihasilkan bunyi yang sama. Dari perlakuan tersebut, kemudian disimpulkan bahwa
hanya memiliki satu lapisan.

Gambar 4. Profil Tanah di
Playen
Pada
lapisan yang didapatkan, yakni hanya lapisan I ini memiliki beberapa
karakteristik. Pengamatan pertama, yakni jeluk yang dimiliki yakni 1-2 m. Kedua, warna tanah yakni matrik 5 YR 4/1,
tidak diperoleh karatan, dan terdapat campuran berupa kapur. Campuran berupa
kapur tersebut sesuai dengan landform
yang dimiliki daerah ini yakni karst atau kapur. Ketiga, pengamatan tentang
tekstur yakni berupa lempung debuan karena ketika digosok-gosok dengan jari
tangan, yang dirasakan berupa halus licin, sehingga dapat dipastikan teksturnya
adalah lempung debuan. Dari tekstur yang dimiliki berupa lempung debuan sehingga
hal tersebut yang mampu menekan berlangsungnya erosi, dikarenakan fraksi yang
dominan lempung sehingga akan cenderung mengikat air lebih tinggi dan kuat.
Pengamatan keempat yakni tentang struktur, tipe struktur yang dimiliki berupa
gumpal membulat, kelas yang dimiliki halus, dan memiliki derajat yang tergolong
kuat. Konsistensi yang dimiliki teguh, dikarenakan tekstur yang dimiliki
dominan lempung.
Pada
pengamatan perakaran, didapatkan ukuran perakaran makro dan jumlahnya sedikit.
Pada tanah pada stopsite 4 ini tidak
ditemukan bahan kasar, dikarenakan pada saat penentuan tekstur tidak dirasakan
adanya bahan yang kasar. Pada tanah ini juga dilakukan pengujian kandungan
bahan organik dengan H2O2 10%, pengujian kandungan Mn
dengan menggunakan H2O2 3%, dan juga pengujian kapur
dengan menggunakan HCl 2N. Dari hasil pengujian, didapatkan hasil bahwa
kandungan bahan organik sangat tinggi, hal tersebut ditunjukkan dengan buih
yang dihasilkan banyak. Kandungan Mn juga tergolong tinggi, dikarenakan buih
yang terlihat banyak namun, buih yang terbentuk lebih banyak pada saat
pengujian bahan organik, sedangkan pada hasil pengujian kandungan kapur
dihasilkan buih yang sedikit. Batuan induk dalam proses pembentukan tanah
vertisol yang didominasi oleh bahan kapur, sehingga hal tersebut mengakibatkan
sifat tanah tanah vertisol cenderung basa yang mengandung ion Ca2+.
Vertisol yang berasal bahan vulkan yang didominasi oleh kation Ca2+,
sehingga mengakibatkan kapasitas tukar ion tergolong tinggi dengan kisaran pH
5,5 hingga 7,4 (Prasetyo,2007). Sehingga
jika tanah vertisol dimanfaatkan sebagai
lahan pertanian, pengolahan tanah terhadap tingginya Ca2+
harus dilakukan misal dengan
dinetralisir menggunakan pupuk organik. Namun, pada hasil pengamatan didapatkan
pH tanah vertisol sebesar 6 yang menunjukkan pH tanah netral. Hal tersebut ada
kemungkinan dikarenakan pengamatan yang dilakukan dipengaruhi oleh kondisi
tanah saat itu pada saat pembentukan tanah menghasilkan kondisi tanah netral,
sehingga kondisi tanah saat itu dapat dikatakan subur.
Tanah
vertisol merupakan tanah yang memiliki sifat pedoturbasi yaitu mampu bertukar
tempat antar lapisan terdekatnya sehingga tanah tersebut cenderung terlihat
baru akibat adanya perputaran atau rotasi tanah dana akan berlangsung seterusnya.
Sifat pedoturbasi yang dimiliki oleh tanah vertisol ini, mengakibatkan
terjadinya pencampuran secara fisik atau biologi beberapa horison, hal tersebut
yang menyebabkan horison-horison tanah yang telah terbentuk menjadi hilang.
Peristiwa tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Gambar 5. Proses Pedoturbasi
Vertisol termasuk
tanah yang unik di antara tanah mineral yang berkembang dari batuan kapur. Kandungan
liat yang tinggi menyebabkan tanah ini mampu mengembang dan mengkerut. Kandungan
bahan organik pada tanah vertisol umumnya antara 1,5 - 4 % dengan pH berkisar 6,0 - 8,2, dan
N-total 0,24 % (Saridevi et al., 2013). Pembentukan tanah Vertisol
terjadi melalui dua proses utama, pertama adalah proses terakumulasinya mineral
2:1 (smektit), dan yang kedua adalah proses mengembang dan mengkerut yang
terjadi secara periodik sehingga membentuk slickensite atau relief mikro
gilgai. Tanah ini juga tergolong rawan erosi, secara kimiawi Vertisol
tergolong tanah yang relatif kaya akan hara karena mempunyai cadangan
sumberhara yang tinggi, dengan kapasitas tukar kation tinggi dan pH netral hingga
alkali (Prasetyo, 2007). Tanah
vertisol pada saat musim hujan cenderung lengket dan basah, hal tersebut karena
tanah vertisol mampu menyerap air yang cukup banyak dikarenakan teksturnya didominasi oleh fraksi
lempung. Proses
mengembang dan mengkerut ini menjadi pembatas penggunaan tanah vertisol. Tanah
vertisol memang kaya akan hara karena mineral 2:1 mampu menjerap unsur hara di
dalam tanah, sehingga Kapasitas pertukaran kationnya tinggi. Namun, pengolahan
tanah ini untuk pertanian menjadi sangat sulit karena pada saat tanah ini basah
akan sangat lengket dan pada saat kering akan menjadi merekah dan sulit diolah
juga.
Tanah
vertisol didominasi oleh mineral 2:1 yakni mormorilonit, selain itu proses
pembentukannya sangat dipengaruhi oleh proses pedoturbasi. Tekstur tanah
vertisol tergolong liat berat dengan kandungan fraksi liat >60%, sehingga
hal tersebut mengakibatkan kecepatan infiltrasinya rendah (Prasetyo, 2007).
Namun, kemampuannya untuk mengikat air
sangat tinggi dikarenakan teksturnya yang didominasi oleh lempung. Proses
kembang kerut yang sering terjadi pada jenis tanah, dikarenakan fraksi
penyusunnya yang didominasi oleh mineral mormorilonit 2:1 pada saat kondisi
hujan, tanah akan mengkerut dan ketika cuaca berubah panas maka tanah secara
alami akan mengembang. Dalam proses pembentukan tanah vertisol, faktor bahan
induk paling berpengaruh. Hal tersebut sesuai dengan pengamatan morfologi yang
dilakukan yakni landform berupa karst.
STOP SITE 5
I. MorfologiTapak (Site)
Namapengamat : A2/1 LetakLintang : S
08°02.131’ E 110°35.970’
Lokasi : Mulo Kode : 05
Fisiografi : Peg.
Seribu Landform : Perbukitan
Topografi : Bergelombang Litologi : Tuft
Lereng : 20 % ArahLereng : 118⁰ NE
Landuse : HutanSekunder Pertumbuhan : Baik
Vegetasi : Akasia Jeluk Air Tanah :
> 10 m
PolaDrainase : Dendritik Tingkat Erosi : Sedang
Erosi : Parit Altitude : 185 m
Cuaca : Cerah Tanggal : 26 April 2014
II. KarakteristikProfil
Tabel 5. Karakteristik
Profil Tanah di Pegunungan Seribu
No.
|
Pengamatan
|
Lapisan I
|
Lapisan II
|
Lapisan III
|
Lapisan IV
|
1.
|
Jeluk (cm)
|
0 – 28
|
28 - 48
|
48 - 87
|
-
|
2.
|
Warna Tanah
|
||||
a.
Matrik
|
2,5 YR
5/6
|
2,5 YR
4/6
|
2,5 YR
3/6
|
-
|
|
b.
Karatan
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
c.
Campuran
|
-
|
-
|
-
|
-
|
|
3.
|
Tekstur
|
Lempung
|
Lempung
|
Lempungdebuan
|
-
|
4.
|
Struktur
|
||||
a.
Tipe
|
Gumpalmenyudut
|
Gumpalmenyudut
|
Gumpalmenyudut
|
||
b.
Kelas
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
||
c.
Derajat
|
Sedang
|
Sedang
|
Sedang
|
||
5.
|
Konsistensi
|
Keras
|
Keras
|
Keras
|
|
6.
|
Perakaran
|
||||
a.
Ukuran
|
Makro
|
Mikro
|
Mikro
|
||
b.
Jumlah
|
Sedang
|
Sedikit
|
Sedikit
|
||
7.
|
BahanKasar
|
||||
a.
Jenis
|
-
|
-
|
-
|
||
b.
Jumlah
|
-
|
-
|
-
|
||
c.
Ukuran
|
-
|
-
|
-
|
||
8.
|
UjiKhemikalia
|
||||
a.
BO (H2O2 10%)
|
++
|
+++
|
++++
|
||
b.
Mn (H2O2 3%)
|
+++
|
++
|
++++
|
||
c.
Kapur (HCl 2N)
|
-
|
-
|
-
|
||
9.
|
pH H2O
|
5,5
|
5,5
|
5,5
|
|
10.
|
CatatanKhusus
|
-
|
-
|
-
|
III. Klasifikasi Tanah
- PPT : Mediteran
- FAO : Luvisol
3.
Soil Taxonomy / USDA : Alfisol
Pengamatan
yang kelima dilakukan di stopsite 5 yaitu tentang tanah alfisol. Tanah mediteran adalah salah satu jenis tanah yang dapat kita temui di
beberapa wilayah Pegunungan Seribu. Pegunungan kaki seribu ini terbentang dari daerah Gunung Kidul sampai dengan daerah Pacitan sehingga rentang jarak ini akan dapat kita jumpai lokasi-lokasi
yang bertanah mediteran.
Lokasi yang diambil adalah di Dusun Mulo, dimana lokasi ini merupakan salah satu contoh tempat yang
memiliki tanah jenis Mediteran (PPT), Luvisol (FAO), dan Alfisol (Soil
Taxonomy/USDA). Vegetasi yang tumbuh didaerah ini adalah jenis tanaman tahunan seperti akasia yang tumbuh dengan baik. Akasia mempunyai
sifat allelopati yang dapat mengeluarkan zat racun sehingga tidak ada tanaman
yang dapat tumbuh disekitar akasia. Namun kebanyakan wilayah ini hanya
digunakan sebagai hutan dan hanya sedikit saja yang digunakan sebagai lahan
pertanian mengingat pengairan yang hanya mengandalkan air hujan karena tidak
adanya sungai.
Pada tanah ini
memiliki pola drainase dendritik karena bentuk sungai pada daerah ini adalah
menjari. Erosi yang terjadi didaerah ini adalah erosi parit dengan tingkat
erosi yang sedang. Akibat dari erosi ini dapat terbentuk sungai. Jeluk air
tanah pada daerah ini adalah > 10 m dari permukaan laut.
Wilayah Dusun Mulo memiliki arah lereng
118⁰ NE dan memiliki
landform perbukitan. Soil taxonomy dari tanah Mediteran adalah Alfisol. Topografi
didaerah Mulo adalah bergelombang dengan lereng 20% dan altitude 185 m. Landuse
daerah Mulo adalah hutan sekunder yaitu hutan yang tumbuh dan berkembang secara
alami sesudah terjadi kerusakan/perubahan pada hutan yang pertama.Litologi atau
bahan induknya adalah tuft.
Tanah yang diamati terdiri atas 3 lapisan yaitu dari lapisan I,
lapisan II, dan lapisan III.Pada tanah ini, kadar kapur tidak ditemukan pada
semua lapisan. Untuk pH pada tanah ini adalah 5,5 pada semua lapisan. Pada
lapisan I dengan jeluk 0-28 cm memiliki warna tanah 2,5 YR 5/6. Dengan tekstur
lempung, tipe struktur gumpal menyudut dengan kelas sedang, konsistensi pada lapisan ini adalah keras. Perakaran pada lapisan ini memiliki jumlah sedang dan dengan ukuran makro. Kadar
BO pada lapisan ini paling sedikit, sedangkan kadar Mn sedang.

Gambar
5. Profil Tanah di Pegunungan Seribu
Pada lapisan II dengan jeluk 28 – 48
cm memiliki warna 2,5 YR 4/6. Dengan tekstur lempung,struktur gumpal menyudut dengan kelas sedang, dan konsistensi keras. Untuk perakarannya pada lapisan ini memiliki jumlah perakaran sedikit dan ukuran mikro. Kadar
BO pada lapisan ini sedang dan kadar Mn paling sedikit.
Pada lapisan III
memiliki jeluk 48 – 87 cm dan warna tanah 2,5 YR 3/6.Pada lapisan ini memiliki tekstur lempung debuan,
struktur gumpal menyudut dengan kelas sedang, konsistensi keras. Perakaran pada horizon ini memiliki ukuran meso dengan jumlah sedikit. Pada lapisan III,
memiliki kadar BO dan Mn yang paling tinggi. Disebut tanah Mediteran karena tanahnya mirip dengan tanah yang
terdapat di daerah tanah Mediterania Eropa. Mengenai tingkat kesuburannya, untuk tanaman tahunan
cukup baik.
KESIMPULAN
Berdasarkan
hasil dari pengamatan dari pelaksanaan praktikum lapangan yang telah dilakukan
dapat disimpulkan bahwa.
1.
Jenis tanah pada stopsite I yakni Banguntapan, Bantul adalah
alluvial (PPT) atau kambisol (FAO), atau inceptisol (USDA) serta memiliki tipe penggunaan lahan sebagai
ladang.
2.
Jenis tanah pada stopsite II di Wonosari adalah latosol (PPT), atau kambisol (FAO), dan atau inceptisol (USDA)
serta memiliki tipe penggunaan lahan sebagai tegalan.
3.
Jenis tanah pada stopsite III di Hutan Bunder, Wonosari
adalah rendzina (PPT dan FAO), atau molisol (USDA) serta memiliki tipe
penggunaan sebagai hutan sekunder.
4.
Jenis tanah pada stopsite IV di Playen, Wonosari adalah
grumusol (PPT), atau vertisol (FAO dan USDA) serta memiliki tipe penggunaan
lahan tegalan.
5.
Jenis tanah pada stopsite V di Pegunungan Seribu adalah mediteran (PPT) , atau
luvisol (FAO), atau alfisol (USDA)serta memiliki tipe penggunaan lahan sebagai
hutan sekunder.
DAFTAR PUSTAKA
Halla, M. Y., D. L. Mokma, L. Alakukku,
R. Drees, and L. P. Wilding. 2009. Evidence for the formation of
luvisols/alfisols as a response to coupled pedogenic and anthropogenic
influences in a clay soil in Finland. Agricultural and Food Science 18:
388—401.
Hanafiah, Kemas Ali. 2008. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Jakarta: Rajawali Putera.
Hanudin, E., M. Nurdin, dan J. W.
Purnomo. 2012. Karakteristik konkresi mangan pada tanah mollisol Hutan Bunder
Gunungkidul. Jurnal Agroforestri 3: 104—109.
Hirijanto. 2009. Studi pemetaan tanah dan evaluasi
kondisi lahan Kota Batu. Jurnal Spectra 7: 1—15.
Mega,
I. M., I. N. Dibia, I. G. P. R. Adi, dan T. B. Kusmiyati. 2010. Buku Ajar
Klasifikasi Tanah dan Kesesuaian Lahan. Program Studi
Agroekoteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Udayana: Bali.
Marwani, E., P. Suryatmina, I. W.
Kerana, D. I. Puspanikan, M. R. Setiawati, dan R. Manurung. 2013. Peran
mikoriza vesikulas arbuskular dalam penyerapan nutrien, pertumbuhan, dan kadar
minyak jarak (Jatropha curcas L.).
Bionatura-Jurnal Ilmu-Ilmu Hayat dan Fisik 15:1—7.
Minasny, B., A. B. McBratney, dan S. S. Blanes.
2008. Quantitative models for pedogenesis A review. Geoderma 144: 140—157.
Miller, W. L., A. S. Kishne, and C. L. S. Morgan.
2010. Vertisol morphology, classification, and seasonal cracking patterns in
the Texas Gulf Coast Prairie. Soil Survey Horizons 51: 10—16.
Prasetyo, B. H. 2007. Perbedaan sifat-sifat tanah
vertisol dari berbagai bahan induk. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia 9:
20—31.
Prasetyo, B. H. dan D. A. Suriadikarta. 2006. Karakteristik
potensi, dan teknologi pengelolaan tanah ultisol untuk pengembangan pertanian
lahan kering di Indonesia. Jurnal Litbang Pertanian 25: 39—47.
Saridevi, G. A. A. R., I. D. Atmaja, dan I. M. Mega. 2013. Perbedaan sifat biologi tanah pada beberapa tipe
penggunaan lahan di tanah andosol, inceptisol, dan vertisol. Jurnal
Agroekoteknologi Tropika 2: 214—223.
Sudaryono, S. 2011. Tingkat kesuburan tanah ultisol
pada lahan pertambangan batubara Sangatta, Kalimantan Timur. Jurnal Teknologi
Lingkungan 10: 1—7.
Sutanto, Rachman. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah.
Yogyakarta: Kanisius.
Yuliana, E. D. 2012. Karakteristik dan klasifikasi
tanah rawa pasang surut di Karang Agung Ulu Sumatera Selatan. Jurnal Udayana
Mengabdi 8: 1-8.
Zulkarnain, M., B. Prasetya, dan Soemarno. 2013.
Pengaruh kompos, pupuk kandang, dan custom-bio terhadap sifat tanah,
pertumbuhan dan hasil tebu (Sacharum officinarum) pada entisol di kebun
Ngrangkah-Pawonn, Kediri. Indonesian Green Technology Journal 2: 45—52.
PENGHARGAAN
Praktikan dengan ini mengucapkan terima kasih
kepada :
1. Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan rahmat
dan hidayah-Nya sehingga kami dapat melaksanakan Praktikum Dasar-Dasar Ilmu
Tanah dengan lancar.
2. Bapak koordinator Praktikum
Dasar-Dasar Ilmu Tanah yang telah memberikan fasilitas kepada kami dalam
pelaksanaan praktikum ini.
3. Kakak-kakak asisten Dasar-Dasar Ilmu Tanah yang
telah membimbing kami dalam pelaksanakan praktikum ini.
4. Teman-teman praktikan golongan A2.
5. Teman-teman satu kelompok yang telah bekerja keras
dan saling membantu satu sama lain.
Semoga perbuatan baik mereka mendapat balasan yang lebih baik dari Tuhan
Yang Maha Esa.
No comments:
Post a Comment